martabat wujud

HAKEKAT MARTABAT dan WUJUD

A. Pengrtian Martabat 7 

Naskah “Martabat Tujuh” ini adalah naskah yang berisi tentang ajaran adanya Tuhan yang digambarkan dalam tujuh sifat atau tujuh martabat, yaitu martabat Ahadiyah, martabat Wahdah, martabat Wahidiyah, martabat alam arwah, martabat alam misal, martabat alam ajsam, dan martabat alam insan. Tiga martabat yang pertama, Ahadiyah, Wahdah, dan Wahidiyah disebut juga alam ilahiyah, sedangkan martabat alam arwah, martabat alam misal, martabat alam ajsam, dan martabat alam insan disebut muhdas, yang serba ada atau baharu.

                Martabat tujuh dalam naskah ini dapat diartikan sebagai hakikat keberadaan Allah yang terkandung dalam semua kekuasaan dengan sifat-sifatnya. Ketujuh martabat ini bisa dijelaskan sebagai berikut. Martabat Ahadiyah adalah martabat yang pertama, yaitu wujud sunyi dari segala sifat dan bentuk kaitannya, atau la ta’yin (tidak nyata). Dalam naskah ini dijelaskan bahwa martabat Ahadiyah adalah martabat Allah yang berupa zat kodim ajali, masih bersifat belum nyata, semuanya dalam keadaan gaib atau tidak nampak. Martabat ini menjelaskan keberadaan Allah merupakan hakikat dari Muhammad. Martabat yang kedua adalah martabat Wahdah, yaitu ta’yin awal, hakikat Muhammad yang merupakan pengetahuan Tuhan secara umum, global, atau ijmal. Dalam naskah ini dijelaskan bahwa martabat Wahdah merupakan penjelasan bahwa Allah telah memiliki wujud yang berupa zat dada Muhammad, Allah ada dalam ilmu-Nya, yang diibaratkan dengan dinding kayu. Martabat yang ketiga adalah martabat Wahidiyah, yaitu ta’yin sani yang merupakan pengetahuan Tuhan yang terperinci atau tafsil tentang zat dan sifat serta segenap yang ada lainnya. Dalam naskah ini dijelaskan bahwa martabat Wahidiyah merupakan kehendak Allah yang berupa zat dan sifat yang terkandung dalam asma-Nya. Martabat keempat adalah martabat alam arwah, yaitu alam yang sederhana tidak bersusun dari unsur-unsur dan tidak bersifat materi. Martabat ini merupakan martabat yang menyatakan kekuasaan Allah, kun payakun,  untuk menciptakan semua makhluk (manusia) yang diberi pancaindra dohir dan batin berupa pikiran, karya, dan bicara. Alam arwah merupakan alam di mana nyawa belum menerima nasib, nyawa masih merupakan cahaya suci. Martabat kelima adalah martabat alam misal, yaitu alam yang sudah tersusun dari unsur-unsur yang halus, tetapi tidak akan mengalami cerai-berai, usang, atau rusak. Martabat ini merupakan kehendak Allah untuk mengadakan rupa yang nyata dalam wujud ilmu-Nya yang tersusun namun tidak beraturan dan tidak akan rusak, inilah yang dimaksud dengan cahaya gaib. Alam misal adalah alam segala rupa yang telah diisi dengan nyawa dan mulai menerima nasib. Martabat keenam adalah martabatAlam Ajsam, yaitu alam yang tersusun dari unsur-unsur yang kasar dan dapat mengalami perceraiberaian. Martabat ini merupakan kehendak Allah yang diibaratkan susunan yang beraturan seperti bumi dan langit, ketika nyawa selah bertemu dengan pancaindra zahir. Alam Ajsam adalah alam segala tubuh, rupa tubuh sekalian insan, dan rupa kalbu serta rohnya. Dan martabat ketujuh adalah martabat alam insan, yaitu martabat yang menghimpun semua martabat sebelumnya. Dalam naskah ini, martabat ini disebut juga martabat alam insan kamil, yaitu martabat yang menyatakan kehendak dan kekuasaan Allah yang sangat nyata berupa insan (manusia) suci yang diberi nama Muhammad, atau manusia sempurna tempat berkumpulnya keenam martabat sebelumnya yang disatukan dengan pancaindra dohir dan batin. Alam insan adalah alam segala manusia, yakni adanya manusia anak keturunan Adam.Berdasarkan naskah ini, kata Allah terdiri dari empat huruf dengan martabat-martabat-Nya. Keempat huruf itu adalah sebagai berikut. Pertama, huruf alif merupakan hakikat Allah dalam martabat alam arwah. Kedua, huruf lam yang merupakan hakikat dari martabat Wahidiyah. Ketiga, huruf lam alif merupakan hakikat dari martabat Wahdah. Dan keempat, huruf ha yang merupakan hakikat dari martabat Ahadiyah, yaitu kehendak dan kekuasaan Allah yang mencakup tujuh langit dan tujuh bumi yang merupakan zat Allah semua. Sementara itu, kata Muhammad juga berasal dari empat huruf yang masing-masing mengandung makna sebagai berikut. Pertama, huruf mim (yang pertama) dalam mu- mengandung makna sukma, yaitu ingat akan zat kesempurnaan hidup yang disebut zat. Kedua, huruf ha dalam –ham- mengandung makna ingat akan aku yang merupakan kumpulan hidup yang disebut sifat. Ketiga, huruf mim (yang kedua) dalam mmad- mengandung makna ingat akan nama jati diri hidup yang disebut asma. Dan keempat, huruf dal dalam –mmad mengandung arti ingat akan nyawa untuk hidup yang disebut ap’al.Dalam ilmu tasawuf makhluk yang pertama sekali diciptakan Allah SWT adalah nur Muhammad yang disebut juga hakikat Muhammad atau roh Muhammad, setelah itu barulah diciptakan alam yang lainnya. Konsep nur Muhammad ini ada sehubungan dengan pencapaian manusia pada derajat insan kamil (manusia sempurna), yaitu manusia yang sudah mencapai tingkat tertinggi dari sifat kemanusiaannya atau manusia yang sudah memiliki nur Muhammad. Insan kamil merupakan wahdatul wujud (kesatuan wujud) antara manusia sebagai alkhaliq dengan hakikat Yang Esa atau al-Haqq. Untuk memperoleh nur Muhammad sebagai pencapaian derajat insan kamil yang merupakan penampakan diri Tuhan ada tiga tingkatan, yaitu Ahadiyah (satuan Tuhan), Hawiyah (kediaan Tuhan), dan Aniyah (keakuan Tuhan). Pada tahap Ahadiyah, Tuhan dengan kemutlakan-Nya baru keluar dari al-ama atau kanzan makhfiyyah (kabut gelap tanpa nama dan sifat). Pada tahap Hawiyah nama dan sifat Tuhan telah mulai menampakkan diri. Pada tahap Aniyah, Tuhan menampakkan diri dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya pada semua makhluk-Nya, namun Tuhan menampakkan diri terbatas pada insan kamil.Berdasarkan nama dan sifat-Nya Allah memiliki empat sifat, yaitu sifat nafsiyah, sifat salbiyah, sifat ma’ani, dan sifat ma’nawiyah. Sifat nafsiyah adalah sifat yang tetap ada pada Allah (kekal) atau sifat yang berhubungan dengan zat Allah, yaitu wujud (ada). Sifat salbiyah adalah sifat yang tidak sesuai atau tidak layak terhadap perkara yang tidak pantas pada Allah, yaitu qidam, baqa, mukhalapah li alhawadisi, qiyamuhu binafsihi, dan wahdaniyat. Sifat ma’ani adalah sifat yang menetapkan hukum atau sifat yang wajib bagi Allah yang dapat digambarkan oleh pikiran manusia untuk meyakinkan bahwa kebenarannya dapat dibuktikan dengan pancaindra, yaitu sama’ basar, kalam, qudrat, iradat, ilmu, dan hayat. Sifat ma’nawiyah adalah sifat yang tetap pada Allah atau sifat yang berhubungan dengan sifat ma’ani, yaitu sami’an, basiran, mutakaliman, qadiran, muridan, aliman, dan hayan. Jadi, inilah yang dinamakan dengan Allah sebagai al-Haqq yang patut disembah, yang terkandung dalam makna La ilaha illa Allah (tiada Tuhan yang wajib disembah selain Allah).Jika dikaitkan dengan tujuh martabat pada Allah, nama dan sifat Allah dapat dipaparkan sebagai berikut. Martabat Ahadiyah merupakan hakikat Allah yang bersifat hidup, Yang Maha Hidup tergambar dalam badan kita. Martabat Wahdah merupakan hakikat Allah yang bersifat ilmu dan aliman, Yang Maha Mengetahui yang tergambar dalam hati kita. Martabat Wahidiyah merupakan hakikat Allah yang bersifat iradat dan muridan, Yang Maha Kersa yang tergambar pada nafsu dan kehendak kita. Martabat alam arwah merupakan hakikat Allah yang bersifat qudrat dan qaridan, Yang Maha Kuasa yang tergambar dalam gerak anggota badan kita. Martabat alam misal merupakan hakikat Allah yang bersifat sama dan sami’an, Yang Maha Mendengar yang tergambar dalam telinga kita. Martabat alam ajsam merupakan hakikat Allah yang bersifat basor dan basiran, Yang Maha Melihat yang tertanam dalam mata kita. Dan martabat alam insan kamil merupakan hakikat Allah yang bersifat kalam dan mutakaliman, Yang Maha Berkata melalui firman-Nya yang tergambar dalam lidah kita. Ketujuh martabat ini terdapat dalam sifat ma’ani dan sifat ma’nawiyah.Seperti yang sudah disebutkan di atas, bahwa naskah ini selain berisi ajaran martabat tujuh, penulis menambahkan doa-doa yang sering dibaca oleh Rasulullah dan para wali, di antaranya doa yang dibaca oleh Sunan Ampel, Sunan Giri, dan Sunan Kalijaga. Selain itu, ditulis juga beberapa mantra atau primbon dalam bahasa Jawa, di antaranya, mantra untuk anjala, mantra untuk menaklukkan hati perempuan, mantra ketika mendapatkan kesusahan atau masalah, dan sebagainya. Doa-doa dan mantra-mantra ini, dijelaskan juga cara dan waktu pembacaannya, begitu juga khasiat-khasiatnya.Sepertinya naskah ini memiliki nilai fungsi sosial pada masyarakat pemiliknya sebagai naskah yang dipakai dalam mempelajari ajaran ilmu tasawuf, atau kemungkinan sebagai sarana untuk menyampaikan ajaran  ilmu mistik, dan emanasi Tuhan dalam martabat tujuh. Naskah ini menarik untuk dipelajari jika kita ingin mencapai kesempurnaan hidup sebagai makhluk insan kamil, manusia yang sempurna, seperti yang dipelajari oleh para sufi.Dalam Ensiklopedia Islam, dijelaskan bahwa manusia (sufi) akan dapat mencapai derajat insan kamil dengan melakukan taraqqi (usaha kecil) melalui tiga tahap, yaitu (1) bidayah (sufi disinari oleh nama-nama Tuhan), (2) tawassut (sufi disinari oleh sifat-sifat Tuhan), dan (3) khitam (sufi disinari zat Tuhan sehingga Tuhan bertajali dengannya). Pada tahap terakhir inilah sufi memperoleh nur Muhammad menjadi insan kamil.


B.Pengertian Wahdatul Wujud

Wahdatul Wujud terdiri dari dua kata yaitu wahdat dan wujud, wahdah mempunyai  mempunyai arti tunggal dan wujud ada, dengan demikian wahdatul-wujud berarti kesatuan wujud. Pada kelanjutannya kata wahdah oleh ulama’ klasik dita’rifkan sebagai satu kesatuan yang Zatnya tak dapat dibagi oleh sesuatu yang sekecil apapun. Selain dari dua pengertian diatas kata wahdah oleh para ahli filsafat dan para sufistik diartikan bahwa kata wahdah sebagai kesatuan antara materi dan roh, hakekat dan bentuk, lahir dan batin, Allah dan alam. Pengertian yang ketiga inilah yang digunakan oleh  para sufi yang mempunyai paham bahwa manusia dan alam adalah satu kesatuan wujud.

Sebenarnya wahdatul wujud mempunyai pemahaman yang sangat kompleks dan sangat sulit untuk ditangkap., untunglah Syekh Akbar Ibnu Arabi selaku pencetus paham  ini mengilustrasikan wahdatul wujud ( kesatuan jiwa ) dengan sangat jelas tentang hubungan tuhan dan  alam dalam konsep kesatuan wujud.  .

وما الوجه إلا واحد غير أنه انت أعددت المرابا تعددا

“wajah itu   satu tapi jika engkau memperbanyak cermin maka ia pun akan menjadi banyak, akan tetapi wajahnya tetap satu”. tasawwuf ibnu arabi bukan hanya manusia saja yang menyatu dengan tuhan akan tetapi seluruh makhluk hidup yang ada di muka bumi ini. Maka dari itu Filsafat ibnu arabi oleh para ilmuwan disebut Panteisme.

para pendukung wahdatul wujud  menyebutkan segala macam-macam benda dan makhluk yang ada di alam ini merupakan manifestasi dari pada Tuhan. Tuhan di sini bukan dalam arti esensi ( dzat) akan tetapi sifat-sifat-Nya yang indah

secara detailnya dalam hayal ibnu arabi tuhan dan alam seperti halnya hubungan wajah dan cermin. Wajah ditujukan kepada tuhan dan cermin dimaksudkan kepada seluruh alam, dimana benda-benda ( bayangan seluruh alam termasuk manusia) yang ada dalam cermin tersebut merupakan perwujutan dari pada Dzat tuhan  yag disebut sifat tuhan.

Karena tuhanlah yang mempunyai wujud yang hakiki atau wajibul wujud hanyalah tuhan  dan selain tuhan yang ada dialam alam ini tidak mempunyai wujud, dengan kata lain  yang mempuyai wujud hanyalah tuhan, dan wujud yang dijadikannya( isi seluruh alam) sebenarnya tidak mempunyai wujud.

Menurut Prof.Dr. Abudin Nata, bahwa filosofis Wahdatul wujud ialah pada setiap sesuatu memiiki aspek lahir dan batin termsuk pada tuhan, aspek lahir pada manusia ialah fisiknya yang tampak, dan batinnya yang berupa roh yang ada pada jiwa manusia, selnjutnya unsur lahir yang ada pada tuhan ialah sifat-sifat-Nya yang indah dan unsur batin pada diri tuhan ialah Dzat yang kekal, dengan demikian wahdatul wujud tidak dikatakan keluar dari islam karena tidak mengganggu pada Dzat tuhan.

1. Perbandingan kesatuan wujud

Telah banyak dijumpai para kalangan sufi yang fana’ atau karam di dalam kema’rifatannya  sehingga keluar dengan sendirinya ucapan-ucapan yang aneh yang dianggap menyimpang dari ajaran syari’at. Seperti

* 1. Ma fill Jubbatti  illallah (Tiada dalam jubahku melainkan ALlah).
* 2. Anal Haq (Akulah Tuhan yang Benar)
* 3. Ana Man Ahwa, Waman Ahwa Ana (Akulah Tuhan yang kucinta, dan Tuhan yang kucinta ialah aku)

Perkataan tersebut datang dari lotahan mulut sang sufi dalam keadaan yang tidak sadarkan diri, bukankah perkataan orang yang tidak sadarkan diri lepas dari hukum taklifi?. Diwaktu itu pulalah terajadi perkataan al-ittihad (pengucapan-pengucapan yang menimbulkan segera faham orang ramai bahawa Tuhan dan manusia/makhluk adalah satu jiwa). Sehingga tak sedikit dari kalangan para sufi yang tidak selamat dari fitnah sebagai mana yang terjadi pada Al-Hallaj yang difonis mati     oleh penguasa islam.

Secara filosofis dapat kita pahami, bahwa perkataan tersebut memang sering terjadi terhadap kalangan para sufi, tapi bukan berarti kita mengklaim bahwa orang itu  keluar dari ajaran islam karena wahdatul wujud merupakan ilmu batin yang sangat sulit dipahami oleh orang yang belum mencapai tingkatannya.  Maka dari itu marilah analisa secara mendetail.

Perkataan yang terlotah dari mulut sang sufi tersebut dikarenakan kelazatan jizbah(pandangan hati yang disentak oleh Allah dengan Musyahadah kepadaNya dengan zauq dan wujdan) yang kuat terdapat dalam masa fana’ itu. Seperti dengan sendirinya ia mengucapkan ” Akulah Tuhan yang kucinta, dan Tuhan yang kucinta ialah aku”  sebenarnya pengucapan-pengucapan yang seperti itu bukanlah pada hakekatnya ia mengakui sebagai tuhan akan tetapi menceritakan apa terjadi terhadap diri tuhan. Seperti ada seseorang membaca al-qur’an yang artinya  “Sayalah Tuhan, tiada Tuhan melainkan saya”  apakah seseorang tersebut mengakui esensinya sebagai tuhan?

Contoh diatas tadi terjadi pada sang sufi ketika ia  dalam keadaan karam dan fana’ dalam kelezatan kepada tuhan, sebagaimana Syekh siti jenar ketika bersemedi di dalam gua, ia  dipanggil oleh dua orang murid utusan sunan giri tuan syekh menjawab ” tidak ada siti jenar yang ada hanya allah” dan ketika dua orang utusan itu kembali lagi untuk menghadap Siti Jenar ia pun menjawab “ jenar tidak ada yang ada cuman tuhan”. Hal ini menunjukkan Orang yang karam dalam Wahdatul Wujud atau fana’ maka alam sekelilingnya laksana cermin yang mereka nampak Tuhan di dalamnya, oleh itu maka alam sekeliling ini laksana Tuhan dalam pandangan (zauq dan kelazatan) syuhud mereka ,maka terluncurlah  dari mulut mereka pengucapan-pengucapan umpama “alam ini adalah Tuhan” atau “alam ini Tuhan dan Tuhan itu alam” . maka dari itu bila menjumpai orang-orang yang demikian pahamilah wahdatul wujud secara filosofis ( radikal, sistematis dan universal ) jangan cuman menghukumi secara lahiriahnya saja.

Dari keterangan di atas sangatlah jelas bahwa Wahdatul wujud meskipun nampaknya bertentangan dengan syari’at, tapi itu adalah sebuah ilmu yg batin yang kebenarannya bersifat sangat filosofis , yang tidak patut disebar luaskan dan dipelajari secara ilmiah karena wahdatul wujud hanya dimilki oleh orang-orang yang sudah diridhoi oleh tuhan sebagai orang-orang pilihan. Karena jika wahdatul wujud ini disebar luaskan akan mengalami fitnah yang akan menimbulkan pecekcokan dan pembunuhan seperti apa yang terjadi pada Syekh Siti jennar dan Al-Hallaj. Jika Wahdatul Wujud memang harus dipelajari paling tidak harus menempuh tingkatan-tingkatannya yakni syari’at, tarekat, hakikat dan ma’rifat. Yang pada tingkatan selanjutnya akan terbentuk insan kamil.


2. Insan kamil.

Insan Kamil berasal dari kata al-insan yang berarti manusia dan al-kamil yang berarti sempurna. Konsepsi filosofis ini pertama kali muncul dari gagasan tokoh sufi Ibnu Arabi. Oleh Abdul Karim bin Ibrahim al-Jili (1365-1428) sebagai  pengikutnya, gagasan ini dikembangkan menjadi bagian dari renungan mistis yang bercorak tasawuf filosofis.

Tuhan adalah maha suci, yang suci tidak bisa didekati kecuali oleh yang suci, dan pensucian roh ini dapat dilakukan dengan meninggalkan  hidup materi dan dengan mendekatkan diri kepada tuhan sedekat mungkin, dan kalau bisa hendaknya bersatu dengan tuhan  semasih ia masih  hidup.  Dengan meditasilah sifat ketuhanan dan kehambaan akan bertemu, Pada Insan Kamil berkumpul pengetahuan tentang Tuhan dan pengetahuan tentang makhluk Tuhan. Insan Kamil mengenal Tuhan dalam aspek tanzih dan tasybih,

Insan kamil juga  berarti manusia yang sehat dan terbina potensi rohaniahnya sehingga dapat dapat berfungsi secara optimal dan dapat berhubungan dengan allah SWT dan makhluk lainnya menurut akhlak islam.

Al-Jili merumuskan insan kamil ini dengan merujuk pada diri Nabi Muhammad SAW sebagai sebuah contoh manusia ideal. Jati diri Muhammad (al-haqiqah al-Muhammad) yang demikian tidak semata-mata dipahami dalam pengertian Muhammad SAW asebagai utusan Tuhan, tetapi juga sebagai nur (cahaya/roh) Ilahi yang menjadi pangkal dan poros kehidupan di jagad raya ini.

Nur Ilahi kemudian dikenal sebagai Nur Muhammad oleh kalangan sufi, disamping terdapat dalam diri Muhammad juga dipancarkan Allah SWT ke dalam diri Nabi Adam AS. Al-Jili dengan karya monumentalnya yang berjudul al-Insan al-Kamil fi Ma’rifah al-Awakir wa al-Awa’il (Manusia Sempurna dalam Konsep Pengetahuan tentang Misteri yang Pertama dan yang Terakhir) Sifat sempurna inilah yang patut ditiru oleh manusia.

Insan kamil versi Iqbal tidak lain adalah sang mukmin, yang dalam dirinya terdapat kekuatan, wawasan, perbuatan, dan kebijaksanaan. Sifat-sifat luhur ini dalam wujudnya yang tertinggi tergambar dalam akhlak Nabi SAW. Insan kamil bagi Iqbal adalah sang mukmin yang merupakan makhluk moralis, yang dianugerahi kemampuan rohani dan agamawi. Untuk menumbuhkan kekuatan dalam dirinya, sang mukmin senantiasa meresapi dan menghayati akhlak Ilahi. Sang mukmin menjadi tuan terhadap nasibnya sendiri dan secara tahap demi tahap mencapai kesempurnaan. Iqbal melihat, insan kamil dicapai melalui beberapa proses. Pertama, ketaatan pada hukum; kedua penguasaan diri sebagai bentuk tertinggi kesadaran diri tentang pribadi; dan ketiga kekhalifahan Ilahi.



3. Ciri-Ciri Insan Kamil

1.Berfungsi Akalnya Secara Optimal

fungsi akal yang optimal dapat dijumpai pendapat muktazilah, yang mempunyai pemahaman akal yang optimal ialah akal pikiran yang dapat mengetahui baik, buruk  adil dan jujur, yang harus dilakukan walaupun tidak dperintahkn oleh wahyu, dan manusia yang memapunyai akal demikianlah yang dapat mendekati insan kamil.

2. berfungsi intuisinya

menurut Ibnu Sina intuisi ini adalah jiwa manusia ( rasional soul) menurutnya jika yang mempengaruhi pada tingkah laku manusia adalah jiwanya maka ia hampir menyerupai malaikat yang mendekati kesempurnaan.

3. mampu menciptakan budaya

menurut ibnu Khaldun manusia adalah makhluk berfikir. Sifat ini adalah tidak dimiliki oleh makhluk yang lain, lewat kesempurnaan berfikirnyalah mansia tidak hanya mebuat kehidupan bagi dirinya sendiri akan tetapi menaruh pada berbagai cara guna memperoleh makna kehidupan sehingga dapat menciptakan peradaban.

4. menghiasi diri dengan sifat-sifat ketuhanan

manusia mempunyai sifat-sifat ketuhanan yang berupa fitrah, dengan fitrah inilah manusia dituntut untuk menjadi khalifah dimuka bumi, dan manusia diberi kebebesan untuk menentukan kehendaknya. Sifat ketuhanan yang ada pada diri manusia diharapkan dapat mengendalikan sifat-sifat rendah diri.

5 berakhlak mulia

didalam islam pendidikan tidak ditekankan pada otak saja  melainkan hati juga menjadi perhatian yng khusus, dengan dididiknya hati manusia diharapkan mempunyai akhlak yang mulia,. Manusia yang ideal bukan hanya mempunyai kemampuan otak yang cerdas saja, akan tetapi harus disertai dengan perasaan yang mendalam dan peka terhadap kondisi.

4.Tokoh Wahdatul Wujud dan Insan Kamil

faham wahdatul wujud diajarkan oleh ibnu arabi ia lahir dikota murci spanyol pada tahun 1165M. tentang latar pendidikannya ialah ia belajar di seville, kemudian ia pergi ke rusis, disana ia memperdalam ilmu tasawwuf. Tentang pemikirannya seperti apa yang sudah disebut diatas.

Ibnu al-Farid dari cairo ( 1181-1235M)  yang menimbulkan paham al-haqiqahal-muhammadiyah ( konsep Muhammad)  menurut pahamnya al-haqiqah al-muhammadiyah diciptakan tuhan semenjak azal sesuai dengan bentuk-Nya sendiri.  oleh karena itu seseorang dapat mengetahui tuhan apabila berusaha mencapai abdul karim al-jilli ( wafat 1428 M) yang telah membawa filsafat insan kamill. Manusia sempurna ialah sama dengan nur Muhammad, yang merupakan cerminan bagi tuhan.

5.Saran dan kritik

Tulisan ini bukan mengajak anda untuk turut menganut paham wahdatul wujud, tapi sekedar memahami konsep wahdatul wujud yang sudah di identintifisikan dengan dengan beberapa refrensi tasawwuf yang ada dan untuk meluruskan paham wahdatul wujud , karena selama ini kalangan umum terlalu mengklaim dan berburuk sangka terhadap para sufi penganut  wahdatul wujud yang sudah dianggap  menyimpang dari ajaran syari’at yang sesungguhnya, seperti apa yang disinggung diatas bahwa ajaran wahdatul wujud merupakan ajaran kebatinan yang sangat sulit ditangkap lebih-lebih dengan ilmu syari’at, tapi meskipun ajaran tersebut dianggap kebenaran hakikipun, tidak pantas disebar luaskan karena ajaran tersebut hanya dipengerti oleh orang menerimanya dan sulit dipengerti oleh orang lain yang tidak sesuai tingkatannya, bila ajaran tersebut disebar luaskan akan mengalami fitnah yang sangatlah besar seperti apa yang terjadi pada tokoh sufi seperti Ibnu Arabi, Al-hallaj, Abu yazid Al-Bustami dan Syekh Siti  Jenar yang diklaim kafir oleh kalangan Fuqaha’. Sebenarnya  didalam islam sudah diatur dengan jelas bagaimana menghadapkan kepada tuahan yakni dengan cara Ihsan ” beridahlah seakan-akan kamu melihat tuhan dan jika kamu tidak mampu maka merasalah kamu di lihat tuhan” dan tingkat derajat seorang hamba allah oleh allah diukur dengan ketakwaan-Nya (Al-Hujuraat:13) dengan cara inilah kehidupan kita tidak akan mendapat tantangan masa.

C. Kesimpulan

1. Wahdaul wujud dalam pandangan ulama’ sufi menyatu materi dengan roh, lahir dan batin, makhluk dan tuhan. Didalam tiatp-tiap sesuatu ada unsur lahir dan batin, unsur lahir pada manusia terletak pada fisiknya dan batin terletak pada rohnya, unsur lahir pada tuhan terletak pada sifat-sifat-Nya yang indah dan batin terletak pada Dzatnya, jadi wahdatul wujud tidak keluar dari islam karena tidak mengganggu  Dzat-Nya tuhan dan juga tidak menyekutukan tuhan.

2. Sering keluar dari mulut para sang sufi yang diantaranya penganut paham wahdatul wujud Perkataan tersebut datang dari lotahan mulut sang sufi dalam keadaan yang tidak sadarkan diri, bukankah perkataan orang yang tidak sadarkan diri lepas dari hukum taklifi? Karena alam sekitar ini bagi mereka yang karam dalam wahdatul wujud didalam hatinya yang ada cuman tuhan yang lain tidak ada.

3. Insan kamil  berarti manusia yang sehat dan terbina potensi rohaniahnya sehingga dapat dapat berfungsi secara optimal dan dapat berhubungan dengan allah SWT dan makhluk lainnya menurut akhlak islam. Al-Jilli tentang insane kamil merujuk pada Nur yang ada pada diri Nabi Muhammad SAW.

4. Ciri –Ciri insan kamil ialah Berfungsi Akalnya Secara Optimal, berfungsi intuisinya, mampu menciptakan budaya ,menghiasi diri dengan sifat-sifat ketuhanan, berakhlak mulia.

5.  Tokoh wahdatul wujud ialah Ibnu Arabi pemikirannya disebut phanteisme dan insane kamil tokohnya Ibnu al-Farid.

6. wahdatul wujud ialah sesuatu pemahaman kebatinan yang sangat sulit dipelajari dipamahami oleh kalangan awam sehingga tidak sedikit dari kalangan sufi yang tidak selamat dari fitnah, maka dari wahdataul wujud tidak pantas disebar luaskan karena ilmu tersebut merupakan pemikiran yang dimliki oleh orang tertentu yang sudah diridhoi oleh allah. Didalam islam sudah diatur bagaimana seorang muslim beridah baik mahdhoh maupun qhoiru mahdoh yakni dengan “ihsan” dan tingakat kemuliaan seorang muslim diukur dengan ketakwaannya.

Pernahkah kita mengajukan pertanyaan kepada diri kita masing-masing, Dimanakah kita sebelum dilahirkan? Apa dan bagaimana kita selama di alam kandungan yang gulita itu? Bagaimanakah proses perjalanan yang melelahkan itu sehingga kita sampai ke dunia ini? Lantas apa tujuan kita hidup di dunia? Apa yang terjadi dengan umur kita yang semakin bertambah dan kian hari usia kita semakin berkurang? Setelah tutup usia, kemanakah kaki kita melangkah? Sekilas pertanyaan-pertanyaan tersebut terlihat biasa, namun pada hakikatnya sungguh luar biasa. Sebab semua pertanyaan tersebut menyangkut proses perjalanan manusia, dari alam roh hingga alam yang kekal nan abadi yakni akhirat. Saat ini kita berada di alam Dunia, namun pernahkah kita sejenak merenungkan ini . . . .?

Berikut kami ingin mencoba menyebutkan 5 macam alam yang akan kita lalui dalam proses kehidupan manusia, yang semoga sedikit penjelasan ini akan membuat kita muhasabah (evaluasi diri) yang insyaallah semakin mendekatkan kita pada sang Khaliq. Adapun 5 macam Alam itu,

yaitu :

1.Alam ROH

Manusia terdiri dari 2 kepribadian, yaitu pribadi spirit/roh dan pribadi duniawi/jasad, oleh karena itu secara teoritis dia bisa hidup dalam dua alam, yaitu alam roh dan alam duniawi. Pada awalnya sebelum kita terlahir di Dunia yang penuh dengan kisah, cerita susah atau senang dimana dunia penuh dengan hiasan, godaan dan ujian bagi setiap manusia.


2.Alam RAHIM

Alam rahim adalah masa perpindahan sejak pertama dalam tulang sulbi para ayah dan rahim para ibu sebelum dilahirkan dimana masa kehidupan manusia sejak dalam tulang sulbi ayah dan rahim ibu sebelum dilahirkan. Ketika Allah SWT menciptakan Adam a.s. Dia menyimpankan zurriyat di tulang punggungnya yaitu kaum “ahli kanan” (ahlulyamin) dan kaum ahli kiri (ahlul-syimal). Allah SWT pernah mengeluarkan semua zurriyat ini dari tulang punggung Adam a.s. pada hari mitsaaq (hari pengambilan janji manusia untuk mengakui keesaan dan ketuhanan Allah SWT di Na'man, sebuah lembah yang dekat padang Arafah). Mengenai hal ini Allah swt berfirman dalam surah al-A’raf ayat 172:

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Benar (Engkau adalah Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (anak-anak Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".

Dalam surah Al-Mursalaat, juz keduapuluh sembilan, ayat 20 hingga 23 Allah Ta'ala berfirman.

Yang bermaksud: Bukankah kami telah menciptakan kamu dari air (benih) yang sedikit (hina) dipandang orang. Lalu Kami jadikan air (benih) itu pada tempat penetapan yang kukuh (rahim ibu). Serta Kami tentukan keadaanya, maka Kamilah sebaik-baik yang berkuasa menentukan dan melakukan tiap-tiap sesuatu.

Dalam surah Al-Mu'minun,juz kelapan belas ayat 12, 13 & 14, Allah Ta'ala berfirman.

Yang bermaksud : Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari pati yang berasal dari tanah. (Pati yang berasal dari tanah, ialah pati makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tanaman yang tumbuh di bumi).Kemudian Kami jadikan pati itu setitis air benih (air mani), pada tempat penetapan yang kukuh. Kemudian Kami ciptakan air benih itu menjadi sebuku darah beku lalu Kami ciptakan darah beku itu menjadi seketul daging, kemudian Kami ciptakan daging itu menjadi beberapa ketul daging, kemudian Kami ciptakan daging itu menjadi beberapa tulang, kemudian Kami balut tulang-tulang itu dengan daging. Setelah sempurna kejadian itu Kami bentuk ia menjadi makhluk yang lain sifat keadaannya (keadaannya yang asal serta ditiupkan roh padanya). Maka nyatalah kelebihan dan ketinggian Allah sebaik baik Pencipta.

Dalam surah Al-'Imran, juz ketiga ayat 6, Allah Ta'ala berfirman.

Yang bermaksud: Dia lah yang membentuk rupa kamu dalam rahim (ibu kamu) sebagaimana yang dikehendakiNya. Tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana.

3.Alam DUNIA

Alam Dunia adalah Masa kehidupan di dunia sejak dilahirkan dan diwafatkan oleh Allah SWT, dimana proses perpindahan dari Alam Rahim ke Alam Dunia bukanlah hal yang gampang. Selama sembilan bulan di alam rahim itu, janin tumbuh dan membentuk diri sehingga menjadi bentuk yang sempurna. Dengan izin Allah SWT kita terlahir ke dunia ini dengan perjuangan ibu yang melahirkan kita antara hidup dan mati. Al-Quran menyebut perjuangan itu dengan istilah “wahnan ‘ala wahnin” (kelemahan di atas kelemahan), saking sakitnya proses melahirkan itu. Hanya karena izin Allah SWT kita bisa selamat terlahir ke dunia hingga hidup seperti sekarang ini.

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari (sari) tanah. Kemudian Kami jadikan (sari tanah) itu air mani yang tersimpan dalam tempat yang kukuh (rahim). Lalu Kami jadikan air mani itu segumpal darah, lalu gumpalan darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan Kami jadikan gumpalan daging itu tulang belulang, lalu Kami lapisi tulang belulang itu dengan daging. Kemudian Kami bentuk ia jadi mahluk yang lain. Maha Suci Allah, sebaik-baik Pencipta."  (QS: Al-Mu’minun: 12-14.)

Di alam dunia ini kita juga melalui proses pertumbuhan dari tahun ke tahun. Ibnu Jauzi telah membagikan umur manusia pada lima masa:

1. Masa kanak-kanak; dari sejak dilahirkan hingga mencapai umur lima belas tahun.
2. Masa muda; dari umur limabelas tahun hingga umur tigapuluh lima tahun.
3. Masa dewasa; dari umur tigapuluh lima tahun hingga umur limapuluh tahun.
4. Masa tua; dari umur limapuluh tahun hingga umur tujuh puluh tahun.
5. Masa usia lanjut; dari umur tujuhpuluh tahun hingga akhir umur yang ditentukan oleh Allah SWT.


Pada tahap masa kanak-kanak berlaku masa keringanan dari Allah SWT yaitu belum adanya taklif (beban kewajiban) untuk mengerjakan solat dan puasa ataupun ibadah lainnya. Orang-orang yang sudah baligh atau sudah dewasa diwajibkan menyuruh mereka mengerjakannya karena kebaikan dan amal soleh dari anak yang belum baligh selain menjadi amal kebaikannya juga akan menjadi catatan pahala bagi ibu-bapanya selama kedua orang tuanya memperhatikan pendidikan dan pengasuhannya. Jika anak telah mencapai masa baligh dan telah sempurna akalnya maka ia telah menjadi mukallaf. Saat itulah segala kewajiban agama telah berlaku atas dirinya.

Pada tahap masa muda terjadi banyak perubahan baik fisik maupun non-fisik. Pada masa ini akan dipenuhi dengan semangat dan kekuatan serta memuncaknya vitalitas. Masa muda ini merupakan kesempatan untuk memperbanyak amal dan serta kebaikan. Namun kecenderungan yang terjadi adalah sebagian besar memanfaatkannya untuk pemuasan nafsu keduniaan. Dalam hal ini Rasullullah saw telah mengingatkan: "Rebutlah lima perkara sebelum terjadi lima perkara: Masa mudamu sebelum tiba masa tuamu, masa sehatmu sebelum tiba masa sakitmu, masa lapangmu sebelum tiba masa sibukmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu dan masa hidupmu sebelum tiba masa ajalmu." (HR. Al-Hakim, Baihaqi, Ibnu Abi'ddunia, Ibnul-Mubarrak). "Takkan bergeser kedua kaki manusia pada hari kiamat sampai selesai ditanya tentang empat perkara:

1. Tentang nya, untuk apa dihabiskan
2. Tentang masa mudanya, untuk apa dipergunakan
3. Tentang hartanya, dari mana diperoleh dan untuk apa dibelanjakan.
4. Tentang ilmunya, apa yang sudah diperbuat dengannya. (HR. Tirmidzi).



4.Alam BARZAH

Alam kubur disebut juga dengan alam Barzakh. Ketika manusia meninggal, mereka akan menempati alam ini sampai hari kiamat tiba. Alam barzah adalah suatu dunia lain yang dimasuki seseorang setelah meninggal dunia untuk menunggu datangnya kebangkitan kembali pada hari kiamat. Pada alam kubur akan datang malaikat mungkar dan nakir untuk memberikan pertanyaan seputar keimanan dan amal perbuatan kita. Jika kita beriman dan termasuk orang baik, maka di dalam kubur akan mendapatkan nikmat kubur yang sangat menyenangkan daripada nikmat duniawi, sedangkan sebaliknya bagi orang yang tidak beriman kepada Allah SWT, siksa kubur praneraka yang pedih sudah menanti di depan mata.

Alam Barzah adalah kurun waktu (periode) di antara saat kematian manusia di dunia ini dengan saat pembangkitan (dihidupkannya kembali) manusia di Hari Pembalasan. Kita tidak mengetahui apa yang terjadi di dalam periode ini. Namun demikian, kita dapat menyimak dari berbagai ayat didalam kitab suci Al-Qur-an dan Hadits Nabi Muhammad SAW mengenai periode ini. Sebagai contoh, Allah SWT berfirman dalam Surat Al-An’aam Ayat 93

“Jika saja kamu dapat melihat betapa dahsyatnya saat orang-orang zalim didalam sakaratul maut, Para malaikat memukul dengan tangan mereka (seraya berkata), “Keluarkanlah nyawamu! Di hari ini kamu akan dibalas dengan siksa yang menghinakan; karena perkataan-perkataanmu yang selama ini kamu ucapkan perihal Allah yang tidak benar, dan kamu selalu sombong terhadap petunjuk (ayat-ayat)-Nya.”

Jelaslah dari ayat ini bahwa manusia bisa mendapatkan hukuman diwaktu kematian mereka. Dan dalam sebuah hadits Asma bin Abu Bakar RA meriwayatkan bahwa pada suatu hari Nabi Muhammad SAW menasehati umat dan menjelaskan perihal siksa kubur. Ketika beliau menjelaskan hal ini, semua orang beriman mulai menangis dengan kerasnya, sehingga terciptalah suasana seperti berbaurnya beraneka-ragam ratap-tangis. (Bukhari).


5.Alam AKHIRAT

Alam akhirat adalah Masa kehidupan di alam yang kekal dalam kenikmatan syurga atau dalam kepedihan neraka. Seseorang tidak mungkin memiliki pengetahuan yang sempurna mengenai persoalan-persoalan yang belum ia alami atau belum mengetahuinya secara hudhuri, atau belum ia sentuh dengan indranya. Berangkat dari kenyataan ini, kita tidak dapat meyakini hakikat alam akhirat dan keadaan-keadaannya secara detail dan sempurna, kita juga tidak dapat menyingkap hakikat-hakikatnya. Meski begitu, kita bisa mengetahui sifat-sifat akhirat melalui akal atau wahyu. Adapun sarana untuk mengetahui sifat-sifat tersebut kita dapat mengenalnya melalui ciri-ciri dari alam akhirat, yaitu :

1. Alam akhirat bersifat kekal dan abadi.

2. Alam akhirat merupakan wadah yang pasti untuk terealisasinya kenikmatan dan kasih sayang yang seutuhnya, tanpa ada kesusahan dan kelelahan di dalamnya, sehingga orang-orang yang telah mencapai tingkat kesempurnaan insaninya dapat menikmati kebahagiaan itu. Alam tersebut tidak dicemari oleh maksiat dan penyelewengan apapun. Berbeda dengan dunia yang di dalamnya kebahagiaan yang seutuhnya tidak mungkin terwujud. Yang hanya terwujd di dunia adalah kebahagiaan semu dan bercampur dengan berbagai kesulitan dan kesengsaraan.

3. Alam akhirat setidaknya meliputi dua bagian yang terpisah, yang pertama adalah rahmat, dan yang kedua adalah siksa, sehingga dapat dibedakan orang-orang yang baik dari orang-orang yang jahat, dan masing-masing mendapatkan balasan perbuatannya.Kedua bagian ini biasa dikenal dalam syariat dengan istilah surga dan neraka.

4. Alam akhirat itu luas sehingga bisa menampung pahala dan siksa bagi seluruh umat manusia atas segala apa yang mereka lakukan, berupa amal baik dan amal buruk. Misalnya, ketika seseorang melakukan pembunuhan atas jutaan manusia yang tidak bersalah, hukuman siksa terhadapnya semestinya bisa terjadi di alam itu. Begitu pula sebaliknya, jika seseorang menyelamatkan nyawa jutaan umat manusia, ia dapat menerima pahala setimpal yang terdapat di alam tersebut.

5. Alam akhirat itu merupakan tempat pembalasan, bukan tempat pembebanan tugas dan tanggung jawab.

Cara dari orang yang telah mencapai kesempurnaan maqom Islam, bisa dilihat dari segi: “Orang tersebut tidak sampai meninggalkan ibadahnya walau hujatan maupun caci maki datang silih berganti”, seperti contoh, “Dimana kita bisa melestarikan kebajikan secara istikomah, maka segala ucapan dan kedengkian orang lain tidak sampai menyurutkan hati dan pikiran untuk selalu menjalankannya”. Sempurna iman terlahir karena Ridho dan Taslim (Menerima) terhadap segala cobaan dan kenikmatan yang ada, dan sempurnanya iman disini tidak bisa terjadi kecuali kehendak Allah SWT. Sedangkan yang dimaksud Ihsan, prakteknya harus denga adab dan ciri dari kesempurnaan  Ihsan, “Akal dan hatinya tidak sampai menoleh dari pandangan orang lain kecuali hanya kepada Allah SWT”.

-Tambihun-

Bagi yang menjalankan ibadah dengan berpegangan Islam dan Iman atau yang disebut dengan nama “Nurut Tawajjuh” (Nur yang terdapat dari ibadah kita) tingkatan ini sifatnya masih mencari Nur Allah SWT. Sedangkna “Anwarul Muwajjah” (Nur yang datang ke kita sewaktu menghadap Allah) seperti yang ada pada maqom, Ihsan, wusul dan ma’rifat, maka Nur Allah SWT yang datang langsung, bukan sebaliknya Nur yang dicari

Keterangan :
Dimana mereka telah menguasai tingkat Islam dan Iman, menurut pandangan Ahlul Tauhid disebut , “Orang ini masih mencari Nur Allah SWT” dan belum termasuk maqom Ma’rifatillah. Sedangkan orang yang tealha menguasai tingkatan Ihsan (hanya melihat kebajikan Allah), atau maqom Wusul (pemahaman yang sampai kepada Allah) juga maqomMa’rifatillah. Sedangkan orang yang telah menguasai tingkatan Ihsan (hanya melihat kebajikan Allah) atau maqom Wusul (pemahaman yang sampai kepada Allah) juga maqom Tauhid (keyakinannya telah sampai kehadirat Allah) dan maqom Ma’rifat (memahami segala Sifat, Asma, Af’al dan Dzat Allah SWT) maka dalam maqom ini Nur Allah SWT yang datang menjumpai kita.

Memahami Nur Ilahiyyah terbagi menjadi tiga bagian :

Su’a'ul Basyiroh (Pantulan Cahaya) artinya orang yang sudah merasakan kedekatannya dengan Allah SWT (Muroqobah).Ainul Basyiroh (Wujud dari terangnya cahaya Allah) artinya tidak melihat dirinya sendiri karena adanya Allah SWT (Maqom Syuhud).Hakkul Basyiroh (Hakekatnya Cahaya Allah) artinya melihat wujudnya Allah, dan tidak melihat ada maupun tidak adanya kita (golongan ini sudah menduduki maqom Tamkin Warrusu’).

Keterangan :
Sifat dari ahli Su’a'ul Basyiroh, “Segala tingkah laku, kebaikan dan lainnya telah terjaga”. Maqom ini selalu menjaga lahir bathinnya dengan menafakuri keagungan Allah, sehingga seolah-olah Allah SWT selalu hadir dihadapan kita.Sifat Ainul Basyiroh,”Lepasnya antara Sifat, Af’al, Asma’ kita (makhluk) karena ketariknya kita pada Nur Allah (Zadabiyyah) sehingga dengan ketertariknya ini seolah-olah kita tidak mempunyai wujud badan, kecuali hanya Dzat Allah.Hakkul Basyiroh, “Penyatuan bathin terhadap ke-Esaan Allah SWT seperti melihat maupun tidaknya kita, kerusukhan hati kita hanya tertuju kepada Allah.

Mengenal Pandangan Alam
Terbagi menjadi 3 bagian :
Alam Mulku, tersirat dalam penglihatan panca indra dhohir atau tatapan mataAlam Malakut, tersirat dalam pandangan ilmiah . bathiniah (hati dan fikiran)Alam Jabarut, tersirat dalam panca indra ruh atau Sir (Fi Jaufil Qolbi / hati yang paling dalam), melihat semua hakikat Allah.

Setiap manusia yang berpegang pada ilmu tauhid, mereka tidak bisa naik derajatnya kecuali dengan taubat. Taubat itu sendiri tidak bisa berjalan mulus kecuali denganmuhasabah / menjaga segala tingkah laku. Perjalanan taubat tidak menaikkan derajat kecuali disertai dengan Muroqobah / selalu melihat adanya Allah SWT. Taubat Muhasabahdinamakan “Min Babi Man Arofah Nafsah / orang yang mengerti badan sendiri “atau maqom yang selalu memperbaiki tingkah laku. Taubat Muroqobah dinamakan “Min babi Man Arofah Robbah / orang yang mengerti keagungan Allah SWT” dan maqom ini bisa sampai kehadirat Allah SWT. Sewaktu muroqobah jalan, hasil yang kita peroleh adalah “Muhadoroh / Allah hadir”. Dari muhadoroh akan naik ke tingkat selanjutnya yaitu ”Musyahadah / melihatnya kita kepada Allah SWT”. Lalu dari musyahadah akan membuahkan maqom “Ma’rifatillah / mengerti dan memahami tentang Allah SWT”. Cara pandangan Ma’rifat / tajalli (jelas dan tahkik, bahwa Allah Hak) ada yang melalui Af’al, Sifat dan Dzat atau bisa juga melalui Asma’ Sifat dan Dzat.

Apabila melalui Af’al, maka dinamakan Tajalli fil Af’al

Apabila melalui Sifat, maka dinamakan Tajalli fi Sifat

Apabila melalui Dzat, maka dinamakan Tajalli fil Dzat

Apabila melalui Asma’ maka dinamakan Tajalli fil Asma’


Orang Salik / murid, yang sedang menempuh perjalanan ilmu Allah tahapannya melalui Tajalli Fil Af’al atau Asma’, yang diteruskan dengan tahapan selanjutnya yaitu fil Sifat dan Dzat. Sedangkan orang Mazdub (ketarik hati dan pikirannya kepada Allah perjalanannya melalui tahapan Dzat, turun ke Sifat terus ke Af’al atau Asma’. Kesempurnaan ilmu dalam mengenal ibadah kepada Allah SWT, apabila orang itu sudah pernah mengalami Salik dan Mazdub. Apbila Salik saja dalam perjalanan ini niscaya kuranglah sempurna atau Zadab saja, maka tidak SAH dijadikan guru atau mursyid.

Penataan tingkah laku / istiqomah dalam menaikkan derajat kepada Allah SWT, terbagi menjadi empat bagian :

Dzikir sampai membuahkan amal Soleh dan NurTafakkur sampai datang ke tingkat Sabar dan membuahkan Thuma’ninah.Iftiqor, selalu membutuhkan Allah SWT, sampai datang ke maqom Syukur dan membuahkan suatu kenikmatan abadi.Mahabbah Ilallah, tidak menoleh terhadap lainnya kecuali Allah SWT, cara ini membuahkan Wusul dan menunggalkan Allah.

Bagi yang bisa menjalankan tingkat Dzikir (No.1) maka termasuk golongan Min Jumlati Sholihin (Ahli Sholihin) Bagi yang bisa menjalankan tingkat Dzikir dan Tafakkur (No.1 & 2) maka termasuk Minas Sholihin Kamil (Ahli Sholihin Kamil) Bagi yang bisa menjalankan tingkat Dzikir , Tafakkur dan Itiqor (No. 1,2 & 3) maka termasuk Min Auliyail Mutaqorribin (Kekasih Allah yang dekat) Bagi yang bisa menjalankan tingkat Dzikir , Tafakkur, Iftiqor dan Mahabbah Ilallah (No. 1,2,3 & 4) maka termasuk Min Ahli Tahkik Minas Siddikin (Min Auliyail Kamil) Juga bagi yang siappapun yang bisa menjalankan ke-4 tingkatan tadi dengan cara Mujahadah dan Riyadho maka kita sudah dinamakan Wilayatus Sugro atau “SAH” wilayahnya. Dinamakan pula dengan Maqom Wilayatul Makasib / wilayah yang dicari. Sedangkan yang menjalankan ke-4 tingkatan tadi dengan didasari sifat Mahabbah / kasih sayang, maka sudah dinamakanWilayatul Kubro atau sudah sempurna dalam tingkat kewaliannya / Wilayatul Kamil. Dinamakan pula Maqom Wiyatul Mawahib / jadiah dari Allah SWT. Yang dinamakan Wusul yaitu pemahaman, keyakinan dan tauhid kita kepada Allah. Sedangkan yang dinamakan Musyahadah terbagi menjadi 4 bagian diantaranya :

Musyahadah UluhiyahMusyahadah RububiyahMusyahadah AhadiyyahMusyahadah Wahidiyyah

Keterangan :
Musyahadah Uluhiyyah / Ilahiyyah adalah sewaktu kita melihat Hakekatnya Allah, maka yang kita rasakan adalah Rushu’ nya hati kita (bisa i’tidal / sebanding) atau bisa melihat makhluk dan melihat Allah seperti melihat wujud makhluk sewaktu kita melihat Allah, atau sebaliknya melihat Allah sewaktu melihat makhluk. Cara seperti ini dinamakan juga dengan istilah “Ummul Kitab / Hakekatnya Dzat”. Musyahadah Rububiyah adalah memilah atau menetapkan antara Allah dan makhluk (Min Haesu Hua Hua / Allah ya Allah, makhluk ya makhluk)Musyahadah Ahadiyyah (dinamakan juga Al-Qur’an / Dzat) adalah melihat Dzat Allah tanpa sifat dan Asma’ dan ini dinamakan “Bahrun Bila Maujin / Lautan tanpa ombak”. Musyahadah Wahidiyyah (dinamakan juga Al Furqon / Sifat) adalah melihat Allah dengan cara melihat Dzat dan SifatNya tanpa melihat makhluk (pribadi). Cara seperti ini dinamakan “Bahrun Bimaujin / Lautan dengan ombaknya”.


Pengertian Musyahadah / Tajalli

Yang tidak memahami badan sendiri disebut dengan maqom “Fana”Yang memahami badan sendiri disebut dengan maqom “Baqo”Yang memahami Allah, dan badan sendiri disebut dengan maqom “Jam’i”Yang memahami Allah semata atau badan sendiri disebut dengan maqom “Farqi / Pisah”Yang memahami Allah dan badan sendiri disebut dengan maqom “sohwi / sehat”Yang memahami Allah semata disebut maqom “makwi / lebur”

Yang dinamakan Tajalli adalah hilangnya Dzat, Sifat dan Af’alnya kita dan masuknya Dzat, Sifat dan Af’alnya Allah.

Tajalli Fil Af’al
Hilangnya sifat Khoul (rekadaya / berandal), Kuah (Kekuatan) dan Irodah (kehendak) seorang hamba di isi dengan Af’al Allah. Seperti contoh melihatnya hamba qudratnya Allah, dengan cara melihat pada salah satu sifat makhluk,”Hamba memahami bahwa yang mendiamkan dan mengubah sesuatu apapun tak lain adalah Allah”.

Tajalli Fil Asma’
Tertutupnya hamba karena adanya Nur Asma’ Allah. Dalam hal ini hamba akan menjawab sewaktu ada ucapan yang menyebut Asma Allah. Awal tajalli fil Asma’ terlahir melalui Asma’ Wujud yang diteruskan dengan Asma’ Wahid dan selanjutnya Asma’ Allah. Sewaktu sedang tajalli fil asma’ maka hilanglah sifat Abdiyyah kita dan setelah itu naik ke sifat Arrohman dan sesudahnya Arobbah terus ke Sifat Al Muluk, Al Alim, Al Qodir dan lainnya.


Tajalli Fi Sifat
Menerimanya kita terhadap sifatnya Allah dan Sifat yang asal, Awal tajalli fi sifat terlahir dari sifat Hayat lalu sifat Ilmu, Sama’ Basor, Kalam, dan seterusnya.

Tajalli Fi Dzat
Hilangnya Dzat kita diganti dengan Dzat Allah. Awal tajalli fi Dzat dinamakan Tajalli Ahadiyyah (melihat Dzat Allah tanpa Sifat dan Asma’) lalu Tajalli Hawiyyah (sifat bathin Allah SWT yang terdapat pada makhluk) dan seterusnya Tajalli Iniyyah (Sifat dhohir Allah yang terdapat pada makhluk).


AdzSEO Jasa SEO dan Pembuatan Website