Majelis ke 20
Pengajian Syeikh Abdul Qodir al-Jilany
Jum’at pagi 21 Dzulqoidah 545 Hijriyah di Madrasah, Beliau berkata:
Wahai penghuni negeri ini, sungguh amat banyak sikap munafik terjadi, justru amat sedikit orang ikhlas, amat banyak orang bicara tanpa disertai perbuatan, tanpa amal; sedikit pun itu tak berimbang; bahkan hal ini laksana hujah tanpa penyanggah. Bicara tanpa amal seperti rumah tanpa pintu, laksana tabungan tanpa pengeluaran dan seperti pengakuan pribadi tanpa bukti. Gambar tanpa ruh hanyalah patung yang tak punya tangan kaki dan kekuatan. Besarnya amalmu semisal raga tanpa nyawa, sedang nyawa itu gambaran ikhlas tauhid dan ketegaran menekuni Kitab Allah di samping sunnah Rasul-Nya. Janganlah kau lupakan perintah dan larangan, patuhilah kepastian Allah.
Cobaan dan rintangan yang datang kepada suatu kaum itu seperti bila datang kepadamu; di antara mereka ada yang sabar juga ada yang menjauh dan mengeluh. Di antara syarat cinta kepada Allah itu terletak pada ketiadaan iradah (kehendak) dalam jiwa dan tidak terepotkan oleh dunia, akhirat atau makhluk lain. Mahabbah kepada Allah bukan suatu hal yang mudah; ia baru terlaksana sampai seseorang mampu meninggalkan manusia kedanti tetap masih jauh dari-Nya; dan berapa pula orang yang tidak berbuat seperti itu tetapi dekat dengan-Nya. Janganlah suka menghina orang Islam karena ia exsistensi sirr (rahasia-rahasia) Allah – yang menyebabkan keputihan jiwa mereka. Rendahkan dirimu jangan berbesar diri di hadapan hamba-hamba Allah; kenanglah sifat pelupamu, rupanya dirimu dalam kelupaan yang sangat; seakan kamu telah merasa cukup dan mampu melintsi shirat lalu melihat tempatmu di surga. Betapa besar penipuan ini; setiap orang telah berlaku maksiat kepada Allah dengan pelbagai kemaksiatan; ia tidak perduli hal itu, tidak pula mau bertobat; ia menduga bahwa hal itu sebagai teman sejak semula; demikianlah yang tertulis dalam bukumu dengan mencantumkan waktu dan peristiwanya, pencukupan datau penyiksaan tergantung sedikit banyak perbuatan itu.
Bangunlah wahai pelupa; jagalah wahai penidur; pelaingkan kepada Allah; siapa amat kuat maksiatnya tapi tidak bertaubat atau menyesal sungguh ia datang dengan tujuan kafir.
Camkanlah : Rizki menurut ketentuan pembagiannya, jika sudah terbagi ia tidak bertambah atau menyusut, tidak bisa dipercepat atau diperlambat. Rupanya engkau masih ragu jaminan Allah; betapa engkau loba mencari sesuatu yang tidak didbagikan; kebodohanmu hanya mencegahmu agar datang kepada Ulama, sedang penyaksianmu suatu kebaikan yang hanya menakutkan dirimu jika sampai mengurangi keuntunganmu,
Renungkan, siapakah yang memberi makan dirimu kala masih berada dalam perut ibumu? Setelah lahir, anehnya engkau bergantung atas diri sendri dan orang lain, uangmu, pedaganganmu, serikatmu dan pemimpin negerimu. Setiap orang yang bergantung kepada mereka maka kau pertuhankan; setiap orang yang kau takuti atau kau harap maka kau pertuhankan; setiap orang yang kau lihat berkait dengan dlar (sengsara) dan Naf’ (manfaat) dan kau tidak lihat bahwa Allah berlku atas dirimu maka kau ertuhankan; sedikit amat kau ketahui rahasiamu. Tunggu, niscaya Allah akan mencabut pendengaran, penglihatan, keperkasaan, hartamu dan seluruh ciptaan yang mengeraskan hati mereka atasmu dan mengokohkan kuasa mereka atasmu, memperhinakan dirimu di masa tuamu, mengunci pintu di hadapanmu dari satu pintu yang tembus ke pintu lain tanpa memberi sesuatu makanan sedikit pun padamu; jika engkau menyerunya niscaya tak akan di dengar. Semua ini sebab syirikmu kepada-Nya dan penggantunganmu bukan kepada-Nya, pencarian nikmat selain kepada-Nya dan permintaan tolong melalui jalur maksiat.
Nah, demikian yang terlihat berbagai jenis itu terjadi, sedang hal itu menjadi tidak yang wajar bagi pelau maksiat. Tetapi di antara mereka tetap terdapat sosok manusia bila melihat perrkara disusul taubat; maka untuknya Allah memandang dengan rakhmat, amalannya dengan kemuliaan dan kelembutan.
Wahai makhluk Allah bertaubatlah, wahai ulama; wahai fuqoha, wahai ahli zihud, wahai ahli ibadah, tiada di antaramu kecuali orang yang butuh daku sebagai jalur pertaubatan orangtua-orangtuamu. Bila pada usia permulaan dirimu merasa berat terbukalah bagiku pada akhirnya – menjelang matimu; bila engkau ragu atas pendapatan harta seseorang maka tunggulah keluarganya. Bila terdapat nafkah yang dikeluarkan kepada sanak keluarga, kaum fakir serta kebaikan lain maka bisa diketahui harta tersebut bersumber dari yang halal.
Anak-anak muridku setiap sesuatu yang kau lihat dari arah kebikan, sedang kau mencintainya, maka hal itu sebagai cinta yang kecil, karena kau masih berjinak dengannya. Cinta sejati adalah cinta yang tak menggoyahkan cinta Allah; karena ia dilihat melalui mata hati, itulah cinta kaum shiddiqun ahli ruhani; cinta mereka bukan sekedar iman, bahkan disertai yakin; kalau mata terbuka dari tabir penutup mata hati, maka mereka pun mampu menembus apa yang ada dalam ghaib atau melihat sesuatu yang tidak mungkin mampu disingkap orang lain.
Wahai Allah limpahkan kepada kami cinta-Mu bersama ampunan dan afiat; kamu akan tinggal di dunia sampai batas waktu yang ditentukan Allah, tidak seorang pun mampu menolak jika sudah dilimpahkan untukmu. Saat izi datang kepada orang yang menguasainya itu menyebabkan ketaqwaan atas sesama manusia dan runtuh akal mereka sedang engkau tersenyum bersamanya, engkau tawakan orang yang mencari sesuatu yang tidak dibagikan Allah, dan sebagian lagi ada orang yang mencari bahagianya tanpa mendapat izin dari Allah.
Wahai manusia teramat pagi engkau menerima nikmat Allah ketika berada dalam perut ibumu, setelah di lahirkan kamu diberi kesehatan, kekuatan, keperkasaan dan memberi rizki berupa taat kepada-Nya menjadi Muslim pengikut Nabi Muhammad saw. Jika engkau merasa nikmat datang darinya lenyaplah kecintaan terhadap makhluk dari hati; berubah menjadi arif kepada Allah, mencitai-Nya, melihat dengan mata hati kepada-Nya; dari jalur ini engkau bisa melihat ihsan dan isa’ah (baik dan buruk) bersumber menurut penjelasan-Nya, tidak tetap pandangan orang-orang yang berbaik kepada-Nya dan keburukan yang datang dari manusia. Bila tampak ikhsan dari mereka ia melihat bahwa hal itu terjadi karena ketentuan Allah, dan jika isa’ah tampak dari mereka, maka ia lihat hal itu terjadi karena penerapan Allah dalam pandangannya berpindah dari ciptaan kepada Sang Maha Pencipta, bersama dengan peristiwa itu ia dilimpahi syara’ hak Allah – dan tidak menertawakan hukum-hukum-Nya.
Hati orang-orang arif tidak bergeming berloncat-loncat dari satu tingkah ke tingkah lain, praktis, sehingga kezuhudannya terhadap ciptaan semakin bertambah kuat, lalu meninggalkan mereka berpaling dari mereka sebaliknya amat suka Allah sembari memperkuat ketaqwaan kepada-Nya. Segala sesuatu yang terambil dari makhluk sama lenyap lalu sumber pengambilannya itu tetap dari Allah. Akal yang berserikat semakin terpateri antar dirinya dengan ciptaan bahkan ditambah akal lain yaitu akal pelimpahan Allah.
Wahai pemburu makhluk, wahai pemusyrik mereka; takutlah jika mati datang menimpamu sedang dalam jiwamu terdapat sesuatu; Allah tidak akan membuka pintu-Nya untuk rukhmu dan Allah tidak akan melihatnya, karena ia berbuat durhaka setiap kali menggantungkan kemusyrikan kepada-Nya.
Peliharalah kesunyian (khalwat) dari cengkeraman nafsu, dari makhluk, kemudian khalwat dari dunia, lalu kahlwat dari akhirat, kemudian khalwat dari selain Allah. Bila engkau berkehendak kahlwat bersama Allah, maka kosongkan dirimu dari segala perwujudan dan per-anganan-mu.
Celaka kamu, Engkau duduk dalam tempat sujudmu sedang hatimu melayang-layang menyinggahi makhluk sambil menanti kedatangan mereka dan pemberriannya. Sia-sialah masa ibadahmu, sama artinya kau jadikan untuk dirimu gambar tanpa arti.
Janganlah dirimu mengikuti sesuatu yang tidak mengikutkan Allah; jika tidak ada ikatan dari Allah dan tidak sebagai ketentuan-Nya atasmu bukanlah dari ciptaan. Bila engkau ingin sesuatu bergegaslah ke sana, jika kau tak punya batin yang bersih atau hati yang sunyi, selain kepada Allah maka pengasingan diri itu tak membawa manfaat.
Wahai Allah limpahkanlah manfaat kepada kami atas ucapan yang daku ucapkan, dan limpahkan manfaat kepada mereka atas ketekunan mereka mendengarkan ucapanku.
Pengajian Syeikh Abdul Qodir al-Jilany
Jum’at pagi 21 Dzulqoidah 545 Hijriyah di Madrasah, Beliau berkata:
Wahai penghuni negeri ini, sungguh amat banyak sikap munafik terjadi, justru amat sedikit orang ikhlas, amat banyak orang bicara tanpa disertai perbuatan, tanpa amal; sedikit pun itu tak berimbang; bahkan hal ini laksana hujah tanpa penyanggah. Bicara tanpa amal seperti rumah tanpa pintu, laksana tabungan tanpa pengeluaran dan seperti pengakuan pribadi tanpa bukti. Gambar tanpa ruh hanyalah patung yang tak punya tangan kaki dan kekuatan. Besarnya amalmu semisal raga tanpa nyawa, sedang nyawa itu gambaran ikhlas tauhid dan ketegaran menekuni Kitab Allah di samping sunnah Rasul-Nya. Janganlah kau lupakan perintah dan larangan, patuhilah kepastian Allah.
Cobaan dan rintangan yang datang kepada suatu kaum itu seperti bila datang kepadamu; di antara mereka ada yang sabar juga ada yang menjauh dan mengeluh. Di antara syarat cinta kepada Allah itu terletak pada ketiadaan iradah (kehendak) dalam jiwa dan tidak terepotkan oleh dunia, akhirat atau makhluk lain. Mahabbah kepada Allah bukan suatu hal yang mudah; ia baru terlaksana sampai seseorang mampu meninggalkan manusia kedanti tetap masih jauh dari-Nya; dan berapa pula orang yang tidak berbuat seperti itu tetapi dekat dengan-Nya. Janganlah suka menghina orang Islam karena ia exsistensi sirr (rahasia-rahasia) Allah – yang menyebabkan keputihan jiwa mereka. Rendahkan dirimu jangan berbesar diri di hadapan hamba-hamba Allah; kenanglah sifat pelupamu, rupanya dirimu dalam kelupaan yang sangat; seakan kamu telah merasa cukup dan mampu melintsi shirat lalu melihat tempatmu di surga. Betapa besar penipuan ini; setiap orang telah berlaku maksiat kepada Allah dengan pelbagai kemaksiatan; ia tidak perduli hal itu, tidak pula mau bertobat; ia menduga bahwa hal itu sebagai teman sejak semula; demikianlah yang tertulis dalam bukumu dengan mencantumkan waktu dan peristiwanya, pencukupan datau penyiksaan tergantung sedikit banyak perbuatan itu.
Bangunlah wahai pelupa; jagalah wahai penidur; pelaingkan kepada Allah; siapa amat kuat maksiatnya tapi tidak bertaubat atau menyesal sungguh ia datang dengan tujuan kafir.
Camkanlah : Rizki menurut ketentuan pembagiannya, jika sudah terbagi ia tidak bertambah atau menyusut, tidak bisa dipercepat atau diperlambat. Rupanya engkau masih ragu jaminan Allah; betapa engkau loba mencari sesuatu yang tidak didbagikan; kebodohanmu hanya mencegahmu agar datang kepada Ulama, sedang penyaksianmu suatu kebaikan yang hanya menakutkan dirimu jika sampai mengurangi keuntunganmu,
Renungkan, siapakah yang memberi makan dirimu kala masih berada dalam perut ibumu? Setelah lahir, anehnya engkau bergantung atas diri sendri dan orang lain, uangmu, pedaganganmu, serikatmu dan pemimpin negerimu. Setiap orang yang bergantung kepada mereka maka kau pertuhankan; setiap orang yang kau takuti atau kau harap maka kau pertuhankan; setiap orang yang kau lihat berkait dengan dlar (sengsara) dan Naf’ (manfaat) dan kau tidak lihat bahwa Allah berlku atas dirimu maka kau ertuhankan; sedikit amat kau ketahui rahasiamu. Tunggu, niscaya Allah akan mencabut pendengaran, penglihatan, keperkasaan, hartamu dan seluruh ciptaan yang mengeraskan hati mereka atasmu dan mengokohkan kuasa mereka atasmu, memperhinakan dirimu di masa tuamu, mengunci pintu di hadapanmu dari satu pintu yang tembus ke pintu lain tanpa memberi sesuatu makanan sedikit pun padamu; jika engkau menyerunya niscaya tak akan di dengar. Semua ini sebab syirikmu kepada-Nya dan penggantunganmu bukan kepada-Nya, pencarian nikmat selain kepada-Nya dan permintaan tolong melalui jalur maksiat.
Nah, demikian yang terlihat berbagai jenis itu terjadi, sedang hal itu menjadi tidak yang wajar bagi pelau maksiat. Tetapi di antara mereka tetap terdapat sosok manusia bila melihat perrkara disusul taubat; maka untuknya Allah memandang dengan rakhmat, amalannya dengan kemuliaan dan kelembutan.
Wahai makhluk Allah bertaubatlah, wahai ulama; wahai fuqoha, wahai ahli zihud, wahai ahli ibadah, tiada di antaramu kecuali orang yang butuh daku sebagai jalur pertaubatan orangtua-orangtuamu. Bila pada usia permulaan dirimu merasa berat terbukalah bagiku pada akhirnya – menjelang matimu; bila engkau ragu atas pendapatan harta seseorang maka tunggulah keluarganya. Bila terdapat nafkah yang dikeluarkan kepada sanak keluarga, kaum fakir serta kebaikan lain maka bisa diketahui harta tersebut bersumber dari yang halal.
Anak-anak muridku setiap sesuatu yang kau lihat dari arah kebikan, sedang kau mencintainya, maka hal itu sebagai cinta yang kecil, karena kau masih berjinak dengannya. Cinta sejati adalah cinta yang tak menggoyahkan cinta Allah; karena ia dilihat melalui mata hati, itulah cinta kaum shiddiqun ahli ruhani; cinta mereka bukan sekedar iman, bahkan disertai yakin; kalau mata terbuka dari tabir penutup mata hati, maka mereka pun mampu menembus apa yang ada dalam ghaib atau melihat sesuatu yang tidak mungkin mampu disingkap orang lain.
Wahai Allah limpahkan kepada kami cinta-Mu bersama ampunan dan afiat; kamu akan tinggal di dunia sampai batas waktu yang ditentukan Allah, tidak seorang pun mampu menolak jika sudah dilimpahkan untukmu. Saat izi datang kepada orang yang menguasainya itu menyebabkan ketaqwaan atas sesama manusia dan runtuh akal mereka sedang engkau tersenyum bersamanya, engkau tawakan orang yang mencari sesuatu yang tidak dibagikan Allah, dan sebagian lagi ada orang yang mencari bahagianya tanpa mendapat izin dari Allah.
Wahai manusia teramat pagi engkau menerima nikmat Allah ketika berada dalam perut ibumu, setelah di lahirkan kamu diberi kesehatan, kekuatan, keperkasaan dan memberi rizki berupa taat kepada-Nya menjadi Muslim pengikut Nabi Muhammad saw. Jika engkau merasa nikmat datang darinya lenyaplah kecintaan terhadap makhluk dari hati; berubah menjadi arif kepada Allah, mencitai-Nya, melihat dengan mata hati kepada-Nya; dari jalur ini engkau bisa melihat ihsan dan isa’ah (baik dan buruk) bersumber menurut penjelasan-Nya, tidak tetap pandangan orang-orang yang berbaik kepada-Nya dan keburukan yang datang dari manusia. Bila tampak ikhsan dari mereka ia melihat bahwa hal itu terjadi karena ketentuan Allah, dan jika isa’ah tampak dari mereka, maka ia lihat hal itu terjadi karena penerapan Allah dalam pandangannya berpindah dari ciptaan kepada Sang Maha Pencipta, bersama dengan peristiwa itu ia dilimpahi syara’ hak Allah – dan tidak menertawakan hukum-hukum-Nya.
Hati orang-orang arif tidak bergeming berloncat-loncat dari satu tingkah ke tingkah lain, praktis, sehingga kezuhudannya terhadap ciptaan semakin bertambah kuat, lalu meninggalkan mereka berpaling dari mereka sebaliknya amat suka Allah sembari memperkuat ketaqwaan kepada-Nya. Segala sesuatu yang terambil dari makhluk sama lenyap lalu sumber pengambilannya itu tetap dari Allah. Akal yang berserikat semakin terpateri antar dirinya dengan ciptaan bahkan ditambah akal lain yaitu akal pelimpahan Allah.
Wahai pemburu makhluk, wahai pemusyrik mereka; takutlah jika mati datang menimpamu sedang dalam jiwamu terdapat sesuatu; Allah tidak akan membuka pintu-Nya untuk rukhmu dan Allah tidak akan melihatnya, karena ia berbuat durhaka setiap kali menggantungkan kemusyrikan kepada-Nya.
Peliharalah kesunyian (khalwat) dari cengkeraman nafsu, dari makhluk, kemudian khalwat dari dunia, lalu kahlwat dari akhirat, kemudian khalwat dari selain Allah. Bila engkau berkehendak kahlwat bersama Allah, maka kosongkan dirimu dari segala perwujudan dan per-anganan-mu.
Celaka kamu, Engkau duduk dalam tempat sujudmu sedang hatimu melayang-layang menyinggahi makhluk sambil menanti kedatangan mereka dan pemberriannya. Sia-sialah masa ibadahmu, sama artinya kau jadikan untuk dirimu gambar tanpa arti.
Janganlah dirimu mengikuti sesuatu yang tidak mengikutkan Allah; jika tidak ada ikatan dari Allah dan tidak sebagai ketentuan-Nya atasmu bukanlah dari ciptaan. Bila engkau ingin sesuatu bergegaslah ke sana, jika kau tak punya batin yang bersih atau hati yang sunyi, selain kepada Allah maka pengasingan diri itu tak membawa manfaat.
Wahai Allah limpahkanlah manfaat kepada kami atas ucapan yang daku ucapkan, dan limpahkan manfaat kepada mereka atas ketekunan mereka mendengarkan ucapanku.