Majelis ke 16
Pengajian Syeikh Abdul Qodir al-Jilany
Selasa sore tanggal 11 Dzulqoidah tahun 545 Hijriyah di Madrasah
Beliau berkata:
Hasan al-Basri pernah berkata : Rendahkan dunia karena dunia, demi Allah, tidak baik ia kecuali setelah dihinakan.”
Anak-anak muridku beramal dengan Al-Qur’an itu memperhentikanmu dari persemayaman-Nya, dan beramal dengan sunnah itu memperhentikanmu di persemayaman Rasulullah Muhammad saw. Engkau jangan henti-hentinya mengamalkan Al-Qur’an, setiap hari dan cita. Ia sebagai pengharum dan sumber peresapan kaum tasawuf. Karena rahasia mereka dan penghiasnya pada Al-Qur’an. Ia juga sebagai pembuka pintu pendekat. Ia pendampar, ia penyambung di antara hati rahasia dan antara Tuhannya. Kala engkau melangkah menujunya niscaya keceriaanmu bertambah.
Orang bodoh itu menanti kepastian lalu mencabutnya, sedang orang berilmu mengiringinya dan rela atas kepastiannya. Wahai orang miskin, engkau jangan menanti kepastian dan bersedih karenanya, sebab itu bisa membinasakanmu. Orang yang berbalut tekad adalah orang yang menerima kehendak Allah dan mengeluarkan hati (membebaskan hati) dari makhluk, lalu menuju Tuhan. Perjumpaanmu sepenuh hati, sirr dan hati keclmu, bila engkau bertahan tentu engkau mengikuti Allah, Easul-Nya dan orang-orang shalih. Jika engkau mampu membantu orang-orang shalih lakukanlah, karena mereka labeih baik darimu; di dunia atau di akhirat.
Seandainya engkau dapat menguasai dunia seluruhnya, sedang hatimu tetap tidak seperti hati mereka, tentu engkau tidak memiliki mutiara. Setiap orang yang berhati baik kepada Allah dan ia dikitari dunia dan akhirat, tentu bila menghukum orang awam dan khowas (orang-orang pintar) dengan ketentun hukum Allah.
Mana mungkin engkau bertali dengan mereka. Kamu, setiap citamu tidak lain hanya tertuju makanan, minuman, pakaian, kawin dan segala isian dunia, bahkan engkau juga rakus padanya. Bekerja yang seata-mata didasari perkara dunia bisa membawa kebatilan dalam perkara akhirat. Nabi saw. menjelaskan :
“Seungguhnya Allah mempunyai dua orang malaikat yang saban hari pagi dan sore selalu mengumandangkan panggilan : wahai bani Adam bersiap-siaplah untuk mati, bangkitlah untuk binasa dan berkumpullah untuk bermusuhan.”
Orang beriman tentu berniat baik dalam segala tindakannya. Ia tidak beramal di dunia ini tetapi justru membangun dunia untuk akhirat. Ia meramaikan masjid-masjid, madrasah-madrasah, pondok-pondok dan menuntun jalan kaum muslimin. Jika membangun tanpa tujuan ini, maka untuk keluarga, orang miskin, orang fakir dan tidak lebih dari itu. Ia mengerjakan ini hingga terbangun megah, baginya akhirat sebagai penggantinya. Jadi ia tidak membangun semua itu karena mengikuti tradisi berlaku, hawa dan nafsu. Jika anak Adam telah bersih seperti ini niscaya ia bisa menerapkan diri selalu bersama Allah dan hidup bersama Dia. Hatinya tetap berpagut dengan para Nabi dan Rasul. Terimalah apa saja yang datang darinya, baik dalam bentuk kata atau perbuatan, iman dan yakin. Maka tidak bisa tidak dunia dan akhirat berpagut dengan mereka.
Orang yang berdzikir – Allah – memulia hidup dengan peralihan dari satu kehidupan menuju kehidupan lain, tiada kata mati baginya kecuali sesaat. Bila dzikir telah bertempat dalam hati, dzikir yang demikian itu bisa langgeng (daam) kendati ia tidak berdzikir melalui lisan. Selagi hamba mempunyai dzikir yang daam (langgeng) maka kekal pula kesunyian bersama Dia, dan keridaannya bersama perbuatan-Nya. Bila tidak serasi dengan Al-Haq, dalam pengembalian diri di musim panas, kecuali musim panas itu tidak memanasi kita. Dan jika tidak serasi dengannya dalam musim dingin kecuali kita tersejuki oleh musim dingin. Keserasian keduanya itu mendatangkan siksa. Nah, demikian lukisan keserasian antara bala’ dan afat yang mendatangkan kesedihan, kesempitan, dan kesulitan, hati bosan, keluh kesah saat datangnya. Alangkah mengagumkan ketentuan atas manusia, dan alangkah indah keadaan mereka. Setiap apa yang datag pada mereka – dari Allah – menjadi penyembuh. Mereka di penglihatan orang banyak seperti Ashabul Kahfi di dalam gua mereka, sebagaimana dikatakan dalam porsi kebenaran mereka.
“(Sedang mereka dalam keadaan tidur) Kami balikkan mereka ke sebelah kanan dan sebelah kiri ......... (Qs.XVIII :18).
Mereka itu orang yang lebih berakal, mereka sama memikirkan apa pun yang datang dari Tuhan – dalam segala keadaannya – demikian cita mereka.
Celaka, engkau berbuat mengikuti perbuatan ahli neraka mengharap surga. Atas perbuatan ini sesungguhnya engkau telah rakus yang tidak pada tempatnya. Engkau jangan terperdeaya oleh ketelanjangan dunia yang engkau sangka terjadi atasmu. Dalam waktu dekat hal itu niscaya akan ercabut darimu. Allah akan menelanjangi kehidupanmu hingga engkau tunduk.
Apa engkau kira dunia untukmu dan engkau beramal di sana menurut kemauanmu. Sama halnya afiat pun akan tertelanjangi darimu, kaya, aman, mulia dan segala yang ada padamu yang berupa nkmat juga tertelanjangi. Engkau jangan lari dari ketelanjangan itu, kendati selangkah. Karena bagaimanapun juga engkau mencarinya dan meminta darinya. Dus, segala sesuatu berupa nikmat yang kamu miliki hanyalah dari Allah. Maka mintalah pertolongan melalui perbuatan itu atas dasar taat.
Ada Ulama berkata : “bersegeralah menuju Allah melalui makhluk dan jangan berseimbang dengan mereka untuk Allah.” Tercerailah orang yang menceraikan-Nya dan terbesarilah orang yang berbesar.
Belajarlah untuk perimbangan dengan Allah melalui hamba-Nya yang shalih yang sama berimbang (muwafaq) bersama Dia.
Pengajian Syeikh Abdul Qodir al-Jilany
Selasa sore tanggal 11 Dzulqoidah tahun 545 Hijriyah di Madrasah
Beliau berkata:
Hasan al-Basri pernah berkata : Rendahkan dunia karena dunia, demi Allah, tidak baik ia kecuali setelah dihinakan.”
Anak-anak muridku beramal dengan Al-Qur’an itu memperhentikanmu dari persemayaman-Nya, dan beramal dengan sunnah itu memperhentikanmu di persemayaman Rasulullah Muhammad saw. Engkau jangan henti-hentinya mengamalkan Al-Qur’an, setiap hari dan cita. Ia sebagai pengharum dan sumber peresapan kaum tasawuf. Karena rahasia mereka dan penghiasnya pada Al-Qur’an. Ia juga sebagai pembuka pintu pendekat. Ia pendampar, ia penyambung di antara hati rahasia dan antara Tuhannya. Kala engkau melangkah menujunya niscaya keceriaanmu bertambah.
Orang bodoh itu menanti kepastian lalu mencabutnya, sedang orang berilmu mengiringinya dan rela atas kepastiannya. Wahai orang miskin, engkau jangan menanti kepastian dan bersedih karenanya, sebab itu bisa membinasakanmu. Orang yang berbalut tekad adalah orang yang menerima kehendak Allah dan mengeluarkan hati (membebaskan hati) dari makhluk, lalu menuju Tuhan. Perjumpaanmu sepenuh hati, sirr dan hati keclmu, bila engkau bertahan tentu engkau mengikuti Allah, Easul-Nya dan orang-orang shalih. Jika engkau mampu membantu orang-orang shalih lakukanlah, karena mereka labeih baik darimu; di dunia atau di akhirat.
Seandainya engkau dapat menguasai dunia seluruhnya, sedang hatimu tetap tidak seperti hati mereka, tentu engkau tidak memiliki mutiara. Setiap orang yang berhati baik kepada Allah dan ia dikitari dunia dan akhirat, tentu bila menghukum orang awam dan khowas (orang-orang pintar) dengan ketentun hukum Allah.
Mana mungkin engkau bertali dengan mereka. Kamu, setiap citamu tidak lain hanya tertuju makanan, minuman, pakaian, kawin dan segala isian dunia, bahkan engkau juga rakus padanya. Bekerja yang seata-mata didasari perkara dunia bisa membawa kebatilan dalam perkara akhirat. Nabi saw. menjelaskan :
“Seungguhnya Allah mempunyai dua orang malaikat yang saban hari pagi dan sore selalu mengumandangkan panggilan : wahai bani Adam bersiap-siaplah untuk mati, bangkitlah untuk binasa dan berkumpullah untuk bermusuhan.”
Orang beriman tentu berniat baik dalam segala tindakannya. Ia tidak beramal di dunia ini tetapi justru membangun dunia untuk akhirat. Ia meramaikan masjid-masjid, madrasah-madrasah, pondok-pondok dan menuntun jalan kaum muslimin. Jika membangun tanpa tujuan ini, maka untuk keluarga, orang miskin, orang fakir dan tidak lebih dari itu. Ia mengerjakan ini hingga terbangun megah, baginya akhirat sebagai penggantinya. Jadi ia tidak membangun semua itu karena mengikuti tradisi berlaku, hawa dan nafsu. Jika anak Adam telah bersih seperti ini niscaya ia bisa menerapkan diri selalu bersama Allah dan hidup bersama Dia. Hatinya tetap berpagut dengan para Nabi dan Rasul. Terimalah apa saja yang datang darinya, baik dalam bentuk kata atau perbuatan, iman dan yakin. Maka tidak bisa tidak dunia dan akhirat berpagut dengan mereka.
Orang yang berdzikir – Allah – memulia hidup dengan peralihan dari satu kehidupan menuju kehidupan lain, tiada kata mati baginya kecuali sesaat. Bila dzikir telah bertempat dalam hati, dzikir yang demikian itu bisa langgeng (daam) kendati ia tidak berdzikir melalui lisan. Selagi hamba mempunyai dzikir yang daam (langgeng) maka kekal pula kesunyian bersama Dia, dan keridaannya bersama perbuatan-Nya. Bila tidak serasi dengan Al-Haq, dalam pengembalian diri di musim panas, kecuali musim panas itu tidak memanasi kita. Dan jika tidak serasi dengannya dalam musim dingin kecuali kita tersejuki oleh musim dingin. Keserasian keduanya itu mendatangkan siksa. Nah, demikian lukisan keserasian antara bala’ dan afat yang mendatangkan kesedihan, kesempitan, dan kesulitan, hati bosan, keluh kesah saat datangnya. Alangkah mengagumkan ketentuan atas manusia, dan alangkah indah keadaan mereka. Setiap apa yang datag pada mereka – dari Allah – menjadi penyembuh. Mereka di penglihatan orang banyak seperti Ashabul Kahfi di dalam gua mereka, sebagaimana dikatakan dalam porsi kebenaran mereka.
“(Sedang mereka dalam keadaan tidur) Kami balikkan mereka ke sebelah kanan dan sebelah kiri ......... (Qs.XVIII :18).
Mereka itu orang yang lebih berakal, mereka sama memikirkan apa pun yang datang dari Tuhan – dalam segala keadaannya – demikian cita mereka.
Celaka, engkau berbuat mengikuti perbuatan ahli neraka mengharap surga. Atas perbuatan ini sesungguhnya engkau telah rakus yang tidak pada tempatnya. Engkau jangan terperdeaya oleh ketelanjangan dunia yang engkau sangka terjadi atasmu. Dalam waktu dekat hal itu niscaya akan ercabut darimu. Allah akan menelanjangi kehidupanmu hingga engkau tunduk.
Apa engkau kira dunia untukmu dan engkau beramal di sana menurut kemauanmu. Sama halnya afiat pun akan tertelanjangi darimu, kaya, aman, mulia dan segala yang ada padamu yang berupa nkmat juga tertelanjangi. Engkau jangan lari dari ketelanjangan itu, kendati selangkah. Karena bagaimanapun juga engkau mencarinya dan meminta darinya. Dus, segala sesuatu berupa nikmat yang kamu miliki hanyalah dari Allah. Maka mintalah pertolongan melalui perbuatan itu atas dasar taat.
Ada Ulama berkata : “bersegeralah menuju Allah melalui makhluk dan jangan berseimbang dengan mereka untuk Allah.” Tercerailah orang yang menceraikan-Nya dan terbesarilah orang yang berbesar.
Belajarlah untuk perimbangan dengan Allah melalui hamba-Nya yang shalih yang sama berimbang (muwafaq) bersama Dia.