Marah yang terpuji dan tercela

Majelis ke 31.

Pengajian pada Tanggal 12 Jumadil akhir tahun 545 Hijriyah di Madrasah Al Namurah,

Beliau berkata: Marah, jika dilandasi karena Allah itu masih terpuji, tapi jika terdorong oleh yang lain, berarti suatu cela; orang beriman jika bersih itu karena Allah semata, jadi bukan karena diri sendiri; juga bersih dalam berkemauan untuk menolong Agamanya, bukan untuk menolong diri sendiri; ia akan mudah geram jika hukum-hukum Allah terberangus, seperti kegeraman singa kala menerkam buruannya; berkait pasti Allah murka karena kemarahannya itu, dan Dia akan ridlo karena ridlonya; janganlah kau lahirkan kejengkelanmu kepada Allah, kendati konpensasinya untuk dirimu sendiri; karena perbuatan itu bis membentuk sikap munafik, paling tidak serupa dengan sifat itu; karena Allah punya persifatan lain dari yang lain (bukan seperti persifatan manusia) yang bisa berubah atau surut.

Bila kau sedang menekuni sesuatu perbuatan, singkirkan nafsu, hawa, setan darinya, dan kamu jangan berniat berbuat sesuatu kecuali karena Allah serta untuk mengikuti perintah-perintah-Nya; janganlah kau lakukan sesuatu perbuatan kecuali ada perintah resmi yang bersumber dari Allah; baik dengan perantara syara’ atau melalui ilmu-Nya – yang masuk di hati bersama penetapan syara’.

Berzuhudlah untuk dirimu juga terhadap ciptaan lain termasuk dunia yang mengitari ini; cintailah berjinak-jinak bersama Allah; atau jangan bergeser dari apap pun setelah kejernihan jiwamu kecuali bersama Allah; usahakan bersama orang-orang shalih, tentu kau bisa beradab sambil mentranfsfer peradaban mereka dan berpandang dengan pandangan mereka; dalam ikatan besar kau meliaht Dia baru melihat dengan-Nya; perbuatan-Nya dalam penciptaan amat suci seperti dirimu tak diperkenankan masuk di kerajaan-Nya, karena membawa benda najis; lahirmu tidak bisa masuk dalam kekuasaan Maharaja, yaitu Allah, bersama benda-benda najis yang tersimpan dalam batinmu; kau laksana himmah yang dipenuhi kotoran minyak. Aman amal bisa kau dapat sampai terenung dalam jiwa yang bersih, dan pada gilirannya memasukkan dirimu dalam kerajaan-Nya.

Dalam hatimu hanya terdapat kelancangan; rasa takut pada sesama; berlembut bersama mereka, cinta dunia dan apa pun yang ada di sana termasuk pengotor hati; tiada kata bagimu kendati sampai hati mati dan menghantar dirimu pada pintu kebenaran hidup di mana kiblatmu terhadap sesama makhluk tidak diperdulikan; adapun selagi keberadaanmu untuk mereka, sedang kamu mengetahui mereka, maka tanganmu tidak memanjang kepada mereka, sehingga mereka menerimamu; tiada kata hingga keberadaanmu tersibuk oleh mereka dan pada orang-orang yang menerimamu, juga yang mentaati, mencegah memuji dan mencela mereka; jika taubat sudah bersih, iman pun bersih; menurut ahlus sunnah menambahkan bahwa : “Iman itu bertambah dan berkurang; bertambah karena ketaatan dan berkurang karena maksiat. Nah, demikian hak kewajiban manusia yang harus diperhatikan. Adapun orang-orang khusus (al-Khawash), maka ima mereka terus bertambah karena lenyapnya ciptaan dari hati mereka, dan berkurang oleh pemasukan ciptaan dari hati mereka, dan berkurang oleh pemasukan ciptaan dalam hatinya. Bertambah karena ketenteraman mereka bersama Allah dan berkurang karena ketenangan mereka bersama selain Dia; mereka bertwakkal kepada Tuhan dan bertaqwa; kepada-Nya mereka menyeru; dari-Nya mereka takut; kepada-Nya mereka kembali bertauhid dan bergantung; maka mereka tidak syirik; tauhid mereka terletak dalam hati dan perhubungan mereka antar sesama terletak pada lahirinya saja; jika mereka disakiti tidak membalas. Firman Allah :

“Dan apabila orang-orang bodoh menghadapkan perkataan kepadanya, dijawabnya : Selamat!”. (Qs. XXV:63).

Peliharalah As-Sumtu (sifat memperbanyak diam) dan hilm (sabar) dari orang-orang yang menyakiti; jika mereka membaut dosa besar, yaitu bermaksiat kepada Allah, baru kau tidak boleh berpangku dagu atau diam, karena hal itu jelas haram; kala itu melepaskan bicara termasuk ibadah sedang peninggalannya terbilang maksiat; Apabila kau mampu menegakkan al-Ma’ruf nahi munkar, itu merupakan pintu yang baik yang telah dibuka di hadapanmu; maka segera masukilah!.

Adalah Isa a.s.; bila makan itu makan tumbuh-tumbuhan yang ada di padang, sedang minumnya dari belik (sumber air), duduknya di ngarai-ngarai atau bekas reruntuhan, jika tidur berbantal hasta, orang beriman alangkah baikhya bila mengikuti ini, kendati ia punya harta tapi hanya terpakaikan untuk lahiri saja dan menetapkan jiwa serta hati bersama Allah; pijakan pertama tetap tidak berubah; karena zuhud bila telah menetap dalam hati ia tidak akan tergeser oleh pendatang “dunia”; orang beriman kalaupun mencintai dunia atau isinya, keinginan atau kelezatannya tidak menjadi percikan yang merepotkan diri, baik siang atau malam; tidak menyembah Allah atau berzikir kepada-Nya, tidak mentaati-Nya kalau jiwanya masih menyimpan aib dalam penglihatan Allah; maka ia bertaubat dan menyesali segala perbuatannya, itu sesuatu yang terikat darinya meliputi hari-hari yang sunyi; pandanganya mencela dunia melalui jalur Kitab, sunnah dan guru-guru yang alim; lalu sikap zuhud datang di sana; manakala ia melihat sesuatu aib, maka ia melihat pula aib yang lain; kemudian ia sadari bahwa hal itu hanya kebinasaan saja, usianya memanajng sampai dekat, nikmatnya lenyap, kebaikannya tergeser, perangainya jahat, tenaganya pembantai, bicaranya berbisa – ia berdiri tiada tempat kembali untuknya, juga permulaan dan masanya; di sana seperti bangunan di atas air, dengan demikian ketetapan dalam hati pun tidak bisa dijadikan pedoman, dan baginya tidak punya kediaman tetap. Kemudain ia menekan derajat yang rendah dan memperkokoh tempatnya, maka ia mengenal Allah -- karena itu jangan harap akhirat sebagai ketetapan hati; sebaliknya ambillah kedekatan dengan Tuhan di dunia dan akhirat; untuk sirr dan hati dibangunkan kediaman di sana. Ketika itu imarah (keramaian) dunia tidak membawa madlarat baginya kendati seribu rumah di bangun untuknya; karena ia dibangun untuk yang lain bukan untuk Dia; di sana karena ia mengikuti perintah-perintah Allah, menerima ketentuan dan keputusan-Nya; ia berdiri siaga melayani ciptaan atau menyambung tali kebaikan dengan mereka, mengkait bederang dengan gulita, baik perihal makanan atau roti; ia tidak makan biji-bijian itu sebagai makanan yang diperbantahkan; di sana tidak mendapat persekutuan selainnya, maka ia menjadi makanan yang disantapnya dan berpuasa di samping makanan selainnya; orang zuhud yang berpuasa dan orang arif yang berpuasa selain yang diketahui, berarti mereka pelapar selain dari penghasilan yang halal; mereka berpenyakit karena ciptaan, obatnya adalah kedekatan; orang zuhud berpuasa di siang ghari dan orang arif berpuasa di siang dan malam hari; ia berpuasa tidak mengenal buka sampai Asma Tuhan tetap di hati; orang arif berpuasa setahun penuh; selama itu ia puasa dengan hatinya dan terpelihara sirriny; sungguh ia amat sadar bahwa obat mujarab baginya adalah berjumpa Tuhan dan dekat dengan-Nya. Anak-anak muridku, jika ingin bahagia, keluarkan ciptaan dari hatimu; jangan takut atau mengharap mereka; jangan berjinak-jinak atau diam bersama mereka; bergegaslah lari menjauh darinya bencilah mereka seakan-akan bongkahan bangkai; jika kamu bersih dalam hal ini tentu ketenteraman pun bersih di saat mengenang Allah dan gelisah ketika mengenang yang lain.


AdzSEO Jasa SEO