Jangan menyanjung orang kaya karena kekayaannya

Majelis ke 29

Tanggal 11 Jumadil Akhir 545 Hijriyah di Madrasah,

Beliau berkata: dengan mensitir Hadis Nabi saw : “Barangsiapa menjunjung (menyanjung) orang kaya karena terdorong ingin memperoleh apa yang ada padanya, maka hilanglah sepertiga agamanya.” Dengarlah, wahai orang munafiq, demikian akibat perendahan diri di hadapan orang kaya, maka bagaimana hasil shalat, puasa dan haji orang yang berbuat seperti ini, bahkan mereka menerima cerca mereka. Wahai pemusyrik Allah, tidakkah kau terima berita Dia dan rasul-Nya; Islamlah, taubatlah dan ikhlaslah dalam bertaubat hingga imanmu kembali dan keyakinanmu terjunjung, tauhidmu tumbuh maka cabang-cabangnya pun naik ke arasy.

v Anak-anak muridku, bila kau pelihara iman, kau tumbuhkan (persubur) batangnya tentu diperkaya Allah untuk dirimu sendiri dari segala ciptaan Allah menghias jiwa, hati dan sirrimu lalu menempatkanmu pada pintu-Nya, memperkaya pikirmu dengan ingat dekat dan berjinak bersama-Nya; ketika itu kamu tidak peduli lagi terhadap orang gyang bersimbah dunia atau tersibukkan olehnya; juga tidak memperdulikan orang-orang yang haus menguasai dunia.

Wahai orang yang mengaku berilmu, sedang ia giat mencari dunia tanpa perduli dengan atau jatuh untuk mereka, sungguh kamu disesatkan Allah karena ilmu itu; lenyaplah keberkahan ilmumu; lenyap akalmu tinggal kulut saja. Dan kamu, wahai pengaku ahli ibadah, sedang hatimu giat menyembah ciptaan, takut mereka dan mengharap mereka; secara lahiri kamu memang penyembah Allah, tapi batinmu menyembah ciptaan; setiap apa yang kau cari atau yang kau tuju semata dari mereka termasuk kepingan-kepingan mutiara, uang dan dunia; kau mengharap pujian mereka tapi takut cela dan pemalingan mereka, rupanya kau takut jika subsidi dari mereka tertutup, karena itu mereka selalu kau harapkan; bahkan kau tak malu-malu bicara lembut di hadapan mereka.

Celaka kamu; menurut pengamatanku kau termasuk pemusyrik, munafik bahkan zindik. Sungguh celaka; kau lakukan shalat, mulutmu mengucapkan Takbir (Allahu Akbar), tapi ucapan itu kau dustai sendiri;sebenarnya kedudukan ciptaan di hatimu itu lebih besar daripada Allah; bertaubatlah kepada Allah; kau jangan beramal baik kecuali untuk-Nya; jangan peruntukkan dunia atau akhirat; jadilah seperti orang yang berhasrat kepada-Nya semata; berikan hak Ketuhanan-Nya – harus kau sembah – janganlah beramal untuk mencari pujian; karena diberi atau dicegah; sadarlah rizkimu itu tidak bertambah juga tidak berkurang; sesuatu yang telah diputus untukmu – kebaikan atau keburukan – pasti datang; persempitlah lobamu dan perpendek punyamu; jadikanlah mati sebagai rujukan penglihatanmu; niscaya beruntung jika bersedia menerapkan syarat dalam segala aktivitas.

Wahai manusia, bukankah syara’ sudah ditetapkan untukmu, dan kau tetapkan pada sikap lahiri dan batini, lalu kau jual nafsu, hawa dan kau perdayakan kebesaran Allah, suatu saat sikssa dan belenggu jiwa tentu tersembul darimu; segala sifatmu niscaya diperlihatkan semua lalu mencengkeram dan menyerangmu, berakhir dengan kematian yang pedih, di sana (kubur); dirimu dipersempit dan disiksa oleh-Nya sampai kiamat sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung; di sana kau diperhitungkan meliputi segala aktivitas hidup; kamu diminta untuk mempertanggungjawabkan berbagai masalah besar atau kecil; jika demikian gambarmu, maka tak jauh berbeda dengan patung yang tak bernyawa, kulit kering mengisut tidak berarti yang sama artinya tidak berkekuatan lagi; di saat itu tiada balasan terbaik untukmu kecuali neraka; karena ibadahmu di dunia tidak ikhlas, maka tiada balasan baik kecuali luapan api neraka.

Kembalilah kepada Allah dengan pembaruan Islam taubat yang baik serta ikhlas di dunia sebelum mati menjemputmu; sebab, jika satu perkara itu sudah tertutup pintunya berati kau tidak bisa bertaubat lagi; kembalilah kepaa-Nya dengan kelurusan hati sehingga pintu keutamaan tidak tertutup untukmu.

Celaka, mengapa kau tidak malu kepada Tuhan, sedang kau jadikan kepinga-kepingan uang sebagai Tuhan, hari-harimu sebagai tujuan akhir dan kau lupakan Tuhanmu secara umum. Dalam waktu dekat niscaya kau melihat hasil perbuatanmu.

Serahkan kedai-kedai, hartamu untuk membantu keluarga, untuk kasab mereka berdasar syara’ sedang hatimu tetap tawakal kepada Allah, carilah rizkimu dan rizki mereka dari Allah, bukan dari harta atau kedaimu dan perputaran rizkimu dan rizki mereka.

Jadikanlah fadilah dan kejiwaan bersama-Nya, niscaya kau terkayakan dari keluargamu dan Dia memperkaya mereka dengan sesuatu yang dikehendaki; dikatakan pada hatimu ini untuk dirimu dan ini untuk keluargamu; tapi bagaimana kamu bisa memperoleh perkara ini sedang selama perjalanan hidupmu bercabang-cabang, tertutup lagi menjauh dari-Nya; janganlah kau berkenyang diri dengan dunia dan isinya; tutuplah pintu hatimu rapat-rapat; putuskanlah segala keberadaan yang hendak memasukinya; lalu terapkan di dalamnya kenangan untuk Allah; taubatlah sebenar-benarnnya; menyesallah atas laku dan adabmu yang buruk sepenuh penyesalan; orang beriman yang yakin dengan perselisihan dunia dan akhirat tidaklah menjadi bakhil.

Nabi Isa a.s.; berkata kepada iblis : “Siapakah di antara sekian banyak manusia yang kau sukai?” Jawab Iblis : “Orang beriman yang bakhil.” Kata Nabi Isa a.s.; : “Siapa pula di antara mereka yang kau benci?” Jawab iblis : “Orang fasiq yang mulia.” Kata Nabi Isa a.s. kepada iblis : “Mengapa demikian?” Jawab Iblis : “Karena aku amat mengharap orang beriman yang bakhil akan menerapkan bakhilnya dalam laku maksiat; dan aku takut si fasiq yang mulia jika sampai terhapus sifat buruknya oleh sifat mulianya.

Wahai di mana orang-orang bertaubat yang menekuni taubatnya; mana orang yang malu dan takut kepada Tuhan dalam segala aktivitasnya; wahai, di manakah orang yang membersihkan diri dari perkara haram – baik waktu sunyi atau terangnya; di manakah orang yang mendahulukan sikap malu hati dan memutarnya? Sabda Nabi saw. : “Sesungguhnya kedua mata tentu diperhias, sedang penghiasnya adalah melihat hal-hal yang haram.” Berapa kali kau perzinakan matamu dengan memandang perkara haram – seperti wanita dan lainnya. Padahal Allah telah berrfirman :

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman supaya mereka menahan sebagian penglihatan mereka.” (Qs. XXIV : 30).

Anak-anak muridku, selagi dalam hatimu terbersit rasa cinta dunia, kamu tak bisa melihat sesuatu pun ikhwal orang-orang shalih; selagi kau dusta dan bersirkah kepada manusia tidak mungkin mata hatimu terbuka; tiada kata yang mengantarmu hingga berzuhud dari ciptaan; jadilah mujtahid; persibuk dirimu dengan ddisiplin taubat; kembalikan segala kebutuhanmu kepada-Nya; sesungguhnya Dia itu lebih utama daripada yang lain; peliharalah hukum-hukum syara’-Nya; biasakan bertaqwa kepada-Nya dan tinggalkan dunia serta akhirat; karena kedua masalah yang ada itu akan terus mendatangimu sampai tak ada masalah yang ada itu ahdap sesuatu selain Dia itu bisa menjernihkan hati dari berbagai keruhnya; Jika kamu tidak segera menunjukkan hati kepada-Nya, maka sesungguhnya kamu seperti hewan – tak berakal.

Wahai, rizkimu tidak dimakannya selain kamu sendiri; tempatmu di surga dan neraka – tidak di tempatnya selain kamu; tapi sungguh kamu dikendalikan pelupa dan didikte hawa; setiap kali hikmah kau pasang dalam bentuk makanan, minuman, kawin, tidur dan tesalurnya sasaran ekonomi, tujuan cenderung kepada orang-orang kafir dan munafik, setelah kau peroleh kepuasan barang halal atau haram, masih diragukan apakah dalam hatimu terbersit rasa agama atau tidak.

Wahai para miskin, tangisilah jiwamu; jika anakmu mati di hari kiamat akan bangkit untukmu, tetapi kalau agamamu padam tak ambil pdeuli dan kau tidak menangisinya; maka para Malaikatlah yang mewakilimu sama memangisi dirimu karena menyesal melihat kerendahan semangat agamamu. Kamu ternyata tak berakal; seandainya akau berakal tentu akan menangisi kelenyapan agama bersama sumber-sumber kekayaan, sedang kau tidak kena coba; inilah akal dan kemalu-maluan; keduanya itulah sumber kekayaan yang benar; ilmu tidak berguna dan akal tidak bermanfaat untuknya; hidup tidak berfaedah; rumah tak terhuni; harta benda tak diketahui dan makanan tak termakan bila kau tak mengetahui sesuatu yang ada pada diri sendiri sungguh aku mengetahui; aku bersama pengacara syara’, yang dengannya menjadi hakim lahiri, dan pengacara ilmu Allah yang ia sebagai ilmu batin; bangunlah dari ketertiduran pelupa; basuhlah wajahmu dengan air pembangun, lalu lihatlah, apakah kamu Muslim atau kafir, beriman atau munafik, bertauhid atau pemusyrik, periya’ atau pemukhlis, penyama atau pembeda, ridla atau benci; Allah tidak akan ambil peduli dirimu atas kerelaan atau kebencian itu; karena kduanya itu sendiri berada di antara dlar dan naf’ (sengsara atau manfaat) sama-sama kembali untuk dirimu sendiri. Mahasuci Dzat yang Mulia; yang Halim; yang Utama; segala keberadaan bagaimana pun juga berada di bawah kelembutan-Nya; seandainya Dia tidak berlembut kepada kita, niscaya kita terlantar binasa.

Anak-anak muridku, kau berharap kepada Allah melalui ibadah, tetapi kau iringai syahwat, riya’ dan munafiq, bahan kamu benci mencari kemuliaan-Nya; engkau perumpil orang-orang shalih beserta kerusakanmu; apa yang kau andalkan, padahal dzikir mereka punya; pengajak untuk mengikuti pengetahuan mereka juga merreka punya; wahai pelari dari Tuhan; wahai manusia sesat; wahai penjauh dari lingkungan orang shalih! Celaka kamu, mana sesuatu yang keua perhatikan; mana sesuatu yang mampu merangsangmu untuk berakal; pada siapa kau mengadu; pada siapa kau minta tolong; bersama siapa kau hanyut; kala kau tertimpa derita dengan siapa kau berteguh hati?; ceritakan padaku, karena aku sudah tahu kedustaan dan munafiqmu; kau dan manusia lainnya bagiku laksana kepinding; jika di antaramu terdapat orang-orang yang benar, aku tetap mengetahui dan aku juga yang sanggup menjadi pelayannya; kalaupun ia hendak membawaku ke pasar, lalu menjual kau atau menjadikan daku sebagai tanggungan hutang, silahkan; Jika ia hendak mengambil busanaku atau apa saja yang aku miliki, atau ia hendak memerintah aku hingga aku jadi peminta, silahkan; tapi nyatanya kamu tak punya kebenaran tahid atau iman yang menunjang tujuan itu; mana kau punya amal; kau tak berbeda seperti kayu bakar yang tidak pantas kecuali untuk dijadikan santapan api.

Manusia itu sama, sukan menjadikan tujuan pertama utuk dunia; bebaskanlah hatimu dari apa pun dan tempatkan di sana satu masalah yang tidak berbentuk seperti keberadaan ini; bersihkanlah ibadah dari riya; nifaq dan sum’ah; luruskanlah ibadah hanya untuk Tuhan semata; tapi ternyata kau masih suka menyembah ciptaan, pembawa riya’, hawa nafsu dan pujian; tiada di antaramu yang benar mampu beribadah kecuali yang dikehendaki Allah; tapi sebagian besar di antara mereka suka menyembah dunia, dan takut jika sampai lenyap; inilah penyembah surga yang mengharap memperoleh kenikmatannya dan tidak mengharap Penciptanya; dan inilah penyembah neraka yang takut darinya tapi tidak takut Penciptanya : siapakah sebenarnya manusia; apakah sebenarnya surga itu; apakah sebenarnya neraka dan apa pula sebenarnya selain-Nya itu? Firman Allah :

“Dan mereka hanya diperintahkan supaya menyembah Allah dengan tulus ikhlas beragama untuk Allah semata-mata.” (Qs.VIIIC :5)

Orang-orang arif lagi beriman tentu sama menghamba Allah bukan yang lain; berikanlah hak penuhanan dan penyembahan sebagaimana mestinya;

sembahlah dia dengan mengikuti segala perintah-Nya, cintailah tapi tidak menurut arti lain dan tinggalkan apapun selain Dia; rupanya kau berupa patung-patung tak bernyawa; kau seperti bangunan-bangunan sedang orang lain isinya; kamu tampak sedang mereka sirr; orang shalih adalah para pejuang Nabi; penguat tangan kanan atau kirinya; muka atau belakang, sisa makanan para Nabi itu hanya terlimpah untuk mereka; mereka beramal menurut ilmu mereka, maka praktis mereka sebagai pewarisnya.

Sabda Nabi saw. : “Ulama adalah pewaris nabi-nabi.”

Kala mereka beramal berdasar ilmu mereka, maka menjadi pengganti Nabi-Nabi, sekaligus mewarisi kenabian mereka.

Janganlah kau datang hanya untuk membawa sepucuk ilmu lalu merasa cukup; yang demikian tak berbeda seperti dakwah yang tidak disertai niat, tentu tidak bermanfaat; halnya ilmu tidak bermanfaat tanpa disertai amal. Nabi Muhammad saw. bersabda :

“Ilmu itu hanya terpanggil dengan amal, kalau sesuai ia bersambut, kalau tidak ia berpisah.”

Artinya berpindah barakahnya sedang pemelajarannya tetap; kulitnya tetap tapi akalnya lenyap.

Wahai para penjual amal dengan ilmu, di antaramu terdapat orang yang pandai berpantun disertai ibarat-ibarat dan kebenaran-kebenaran meliputi Balaghohnya, namun ia tidak beramal bahkan tak punya rasa ikhlas; seandainya kau mau melatih hati; niscaya terlatih pula organ tubuhmu, karena hati itu sentral organ tubuh yang ada; karena itu jika kau melatihnya tentu kerucuknya terlatih pula.

Ilmu itu diumpamakan kulit dan amal sebagai kerangka; hanyalah kulit itu bisa terpelihara jika kerangkanya juga terpelihara; hanyalah melalui penjagaan kerangka jika mengharap pelumas keluar darinya; maka bila tidak ada kerangka dalam kulit itu apa yang akan kau perbuat untuknya; jika kerangka itu tidak berminyak lalu apa yang akan kau perbuat untuknya; ilmu telah lenyap, karena bila amal tidak ada, maka ilmu pun pergi dengan sendirinya; mana mungkin bermanfaat bagimu atau pemeliharaan itu sedang pelajaranmu tidak kau sertai amal; wahai orang berilmu, jika ku ingin baik di dunia dan akhirat amalkanlah ilmumu, ajarilah manusia; wahai orang kaya, jika kau ingin baik di dunia dan akhirat, peringanlah beban orang-orang fakir. Nabi saw. bersabda :

“Manusia itu adalah keluarga Alah dan manusia yang paling dicintai Allah Adalah mereka yang mau menafkahkan (hartanya) untuk keperluan keluarga.” Bahwa Ibrahim a.s.; bila mengetahui orang kafir yang sedikit sabarnya, beliau segera berkata :

“ Wahai Allah, lapangkanlah pada diri kami di dunia dan zuhud kami di dalamnya, janganlah Engkau mencabutnya, maka hancurkanlah kebatilannya.

Wahai Allah, lembutkanlah untuk kaji dalam ketentuan dan ketetapan-Mu.

 Pembuatan Website